Kendari (ANTARA) - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Tenggara menyatakan penetapan Idul Adha 1443 Hijriah yang jatuh pada Minggu (10/7) oleh Kementerian Agama tidak perlu dipertentangkan.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sulawesi Tenggara KH Muslim di Kendari, Jumat, mengatakan kalau pun ada perbedaan itu dikarenakan perhitungan atau metodologi.
"Jika NU bersama pemerintah melihat hilal berdasarkan rukyat, sedangkan Muhammadiyah berdasarkan hisab," katanya.
Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan 1 Dzulhijjah 1443 Hijriyah jatuh pada Jumat, 1 Juli 2022. Dengan ditetapkannya awal Dzulhijjah ini, maka Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada Ahad, 10 Juli 2022. Ketetapan ini diputuskan dalam sidang isbat didasarkan dari pantauan hilal di 86 titik di seluruh wilayah Indonesia.
Keputusan pemerintah ini berbeda dengan kalender yang ditetapkan Muhammadiyah bahwa Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022. Keputusan itu tertuang dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443 Hijriah.
"Kenapa itu berbeda, karena berdasarkan hitungannya masing-masing. Yang menggunakan metode hisab boleh melaksanakan Shalat Idul Adha 10 Dzulhijjah pada Sabtu, 9 Juli 2022 dan yang menggunakan metode rukyatulhilal bahwa Idul Adha 10 Dzulhijjah itu jatuh pada Ahad, 10 Juli 2022," kata KH Muslim.
Dalam sudut pandang NU juga lanjut Kyai Muslim, pendekatan rukyatulhilal dikaitkan dengan hari arafah saat puncak haji itu dikaitkan dengan ruang dan waktu antara Indonesia dengan Arab Saudi.
"Artinya apa, kalau memang berdasarkan rukyatulhilal, di Indonesia itu bahwa 1 Dzulhijjah jatuh pada 1 Juli dan 9 Dzulhijjah jatuh pada 9 Juli, berarti-kan tanggal 10 Juli adalah 10 Dzulhijjah, itulah yang kita ikuti," jelasnya.
Oleh karena itu, PWNU Sultra ingatkan masyarakat umat Islam bahwa perbedaan penetapan waktu hari Idul Adha merupakan perbedaan metodologi, namun pelaksanaan ibadah yang berbeda waktu tidak mengganggu atau tidak mengurangi nilai ibadah itu sendiri. Hal itu berdasarkan keyakinan masing-masing baik meyakini berdasarkan metode rukyat maupun hisab.