Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), mencatat selama sebulan sebanyak 15 ekor anak sapi mati terdampak Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang masih merebak di daerah setempat.
"Anak sapi itu mati karena kurang mengkonsumsi susu dari induknya yang terkena PMK. Jadi bukan mati terkena PMK," kata Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lombok Tengah Lalu Taufikurahman di Praya, Rabu.
Sedangkan untuk ternak sapi yang terkena wabah PMK sampai saat ini tidak ada yang mati, namun ada yang dipotong paksa oleh para peternak sendiri. Kasus PMK di Lombok Tengah saat ini masuk gelombang kedua, karena kasusnya terus meningkat mencapai 4.800 ekor, namun telah sembuh sebanyak 2.456 ekor.
"Tinggal 49 persen yang masih sakit dan sedang dalam proses pengobatan," katanya.
Ia mengatakan kondisi obat untuk mencegah wabah PMK masih langka, sehingga pihaknya melakukan pengobatan dengan herbal seperti dari gula merah, kunyit, dan daun kelor, untuk diberikan kepada ternak yang sakit.
Ia juga berharap kepada masyarakat untuk tetap menerapkan protokol kesehatan PMK bagi ternak sapi yang terjangkit dan menyemprotkan disinfektan untuk sterilisasi kandang ternak.
"Obat herbal juga cukup membantu dalam penyembuhan ternak sapi yang terkena wabah PMK," katanya.
Baca juga: Karantina hewan Sultra waspada wabah PMK
Baca juga: Wali Kota Kendari minta masyarakat tidak panik soal penyakit mulut-kuku
Sebelumnya pemerintah daerah telah melakukan perpanjangan penutupan pasar hewan hingga tanggal 20 Juni 2022 dalam rangka mencegah penyebaran penyakit PMK.
"Awal bulan ini pasar hewan itu akan kita buka, namun kondisi kasus terus meningkat, sehingga masih ditutup sementara," katanya.
Baca juga: Karantina Kendari memperketat pengawasan antisipasi terjangkitnya PMK
Baca juga: Kementan sebut PMK tersebar di 15 provinsi dengan kematian 0,36 persen