Jakarta (ANTARA) - Di balik pencapaian Indonesia di SEA Games 2021 Vietnam ada barisan para debutan yang awalnya tidak diperhitungkan dapat menyumbang medali namun justru bersinar menjadi calon bintang masa depan.
Medali yang diraih para debutan datang dari sejumlah cabang olahraga seperti renang, panahan, angkat besi, bulu tangkis, menembak hingga wushu.
Dari arena kolam renang, ada nama Masniari Wolf yang mendadak mencuri perhatian. Dia menjadi penyumbang emas pertama Indonesia dari cabang olahraga renang. Perenang keturunan Indonesia-Jerman itu menyabet medali emas pada nomor 50 meter gaya punggung putri.
Persembahan emas yang diraih gadis 16 tahun itu menjadi sebuah kejutan mengingat Masniari merupakan perenang cadangan yang namanya baru masuk menjelang keberangkatan ke SEA Games.
Masniari bahkan belum pernah bergabung latihan bersama pemusatan latihan nasional (pelatnas) renang di Jakarta dan hanya berlatih mandiri bersama klubnya di Jerman.
Perenang putri lainnya yang juga bersinar di Vietnam adalah Flairene Candrea Wonomiharjo, yang meraih emas pada nomor 100 meter gaya punggung.
Emas yang diraih Flai, sapaan Flairene, boleh dibilang luar biasa. Selain SEA Games adalah kompetisi internasional pertamanya, Flai juga baru tiga bulan bergabung di pelatnas. Dia sebelumnya merupakan atlet renang artistik yang pernah menyumbang emas nomor beregu pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021.
Namun keterbatasan dan asumsi tidak mungkin itu berhasil dipatahkan. Selain merebut emas, gadis berusia 17 tahun itu juga mencetak rekor nasional (rekornas) dengan catatan waktu 1 menit 3,23 detik pada babak kualifikasi.
Masniari dan Flairene mengakhiri 11 tahun penantian emas dari perenang putri di ajang SEA Games. Mereka mengakhiri paceklik medali emas renang putri yang terakhir kali diraih oleh Yessy Yosaputra di nomor 200m gaya punggung SEA Games 2011 Palembang.
Masniari dan Flairene tidak hanya mencatatkan sejarah, kedua perenang spesialisasi gaya punggung itu juga menyelamatkan wajah tim renang Indonesia di saat para perenang yang diandalkan dan diharapkan dapat mendulang emas justru tenggelam di Vietnam.
Perenang veteran seperti I Gede Siman Sudartawa dan Gagarin Nathaniel Yus yang menjadi andalan justru gagal mencapai target emas. Siman, yang meraih emas dalam dua edisi SEA Games di Kuala Lumpur dan Filipina, hanya meraih perunggu nomor 50m gaya punggung di Vietnam. Sedangkan Gagarin haus puas dengan perak nomor 50m gaya dada.
Kondisi hampir sama terjadi di cabang olahraga angkat besi. Di saat dua olimpian Windy Cantika Aisah dan Nurul Akmal gagal bersinar, ada nama Muhammad Zul Ilmi yang tak diduga-duga mampu menyumbang emas dalam debutnya di SEA Games.
Meskipun baru menekuni angkat besi saat kelas 1 SMA, namun Zul Ilmi mampu tampil luar biasa mengalahkan lifter yang jauh lebih berpengalaman untuk merebut emas kelas 89kg. Lifter berusia 26 tahun itu membukukan total angkatan 337kg dengan snatch 150kg dan clean and jerk 187kg.
Sementara itu rekannya, Rizki Juniansyah, gagal mempersembahkan medali emas dari kelas 81 kg putra. Tetapi Rizki tetap membuat catatan manis karena berhasil merebut medali perak dalam debutnya pada kelas ini.
Rizki, yang biasanya turun di kelas 73kg, membuat total angkatan 354kg, yang masing-masing dari snatch 157kg dan clean and jerk 197kg. Dia hanya terpaut satu kilogram dari peraih emas kelas 81kg Natthawut Suepsuan dari Thailand yang membukukan 355kg (snatch 155kg dan clean and jerk 200kg).
Dari cabang olahraga bela diri, ada nama Alisya Mellynmar yang sukses menuntaskan janjinya sekaligus mengangkat tim wushu Indonesia mencapai target tiga emas di saat nama-nama besar unggulan mereka gagal bersinar.
Alisya, yang merupakan debutan itu, mempersembahkan emas pertama wushu Indonesia dari nomor Taolu Taiji Quan.
Sementara itu dari arena bulu tangkis, debutan Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti yang datang ke SEA Games 2021 Vietnam tanpa target apapun, namun berakhir membawa pulang medali emas ganda putri.
Apriyani/Fadia yang baru dipasangkan sebagai ganda putri pada awal tahun ini turun ke SEA Games untuk menyamakan hati dan pola permainan agar semakin padu. Namun mereka mampu melesat sampai ke final dan mengalahkan unggulan kedua asal Thailand Benyapa Aimsaard/Nuntakarn Aimsaard dalam dua gim langsung.
Kejutan juga datang dari lapangan panahan di mana Rezza Octavia berhasil menyumbang dua emas sekaligus dalam debutnya di kejuaraan kawasan Asia Tenggara itu. Dua emas tersebut datang dari nomor recurve perseorangan putri dan beregu campuran bersama Riau Ega Agatha.
Hasil yang diraih Rezza bukan lagi sebuah kejutan mengingat dia datang ke SEA Games dengan bekal pengalaman bertanding di kompetisi internasional, seperti Piala Dunia Panahan 2021 di Paris dan Piala Dunia Panahan 2022 di Turki.
Selanjutnya ada petembak Dewi Laila Mubarokah yang menandai debutnya di SEA Games dengan meraih emas 10 meter air rifle putri. Dia juga menjadi penyumbang emas pertama Indonesia dari cabang menembak di Vietnam.
Emas tersebut adalah impian Dewi yang tertunda selama lebih dari tiga tahun. Dewi batal membela Indonesia di SEA Games 2019 Filipina karena keterbatasan kuota atlet.
Dewi dan barisan debutan yang bersinar di Vietnam itu memberikan asa dan harapan terhadap prestasi olahraga Indonesia. Namun seperti yang selalu dibilang Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, SEA Games hanyalah sasaran antara, tujuan utama adalah Olimpiade.
Dengan tujuan besar maka dibutuhkan pula program besar, jelas, dan terukur untuk meningkatkan kemampuan para debutan itu agar bisa bersaing di level yang lebih tinggi lagi.
Para stakeholder olahraga termasuk Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) juga harus konsisten memberikan pendanaan agar pelatnas tidak terputus. Para atlet juga harus lebih banyak diberi kesempatan turun dalam berbagai kejuaraan internasional.
Apabila tidak ada program yang jelas dan pembinaan yang kontinyu maka jangan heran jika sinar para debutan itu meredup di masa mendatang.