Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan rincian gratifikasi yang diduga diterima oleh Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah senilai Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar), sehingga totalnya adalah Rp8,715 miliar.
"Terdakwa M Nurdin Abdullah selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan periode 2018-2023 menerima uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura yang berhubungan jabatan terdakwa selaku Gubernur yang merupakan penyelenggara negara," kata jaksa M Asri Irwan, saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "teleconference", dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari Gedung KPK Jakarta, sedangkan majelis hakim, sebagian JPU dan penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.
Sejak 5 September 2018 sampai dengan 26 Februari 2021, Nurdin menerima gratifikasi berupa uang yang berasal dari para kontraktor, petinggi bank pembangunan daerah maupun rekening Sulsel Peduli Bencana yaitu:
1. Pada pertengahan tahun 2020 menerima uang sejumlah Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Gangking Raya dan CV Michella Robert Wijoyo melalui ajudan Nurdin bernama Syamsul Bahri, di pinggir Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar.
2. Pada 18 Desember 2020 menerima uang Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Mega Bintang Utama dan PT Bumi Ambalat Nuwardi Bin Pakki alias H Momo melalui Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Sulsel Sari Pudjiastuti yang diterima, di Syahira Homestay, Kota Makassar.
3. Pada Januari 2021 menerima uang 200 ribu dolar Singapura dari Nuwardi alias H Momo melalui Syamsul Bahri, di rumah Syamsul di Kota Makassar.
4. Pada Februari 2021 menerima sejumlah Rp2,2 miliar dari kontraktor/Komisaris Utama PT Karya Pare Sejahtera Fery Tanriady melalui Syamsul Bahri, di rumah Fery di Makassar.
5. Pada Februari 2021 menerima Rp1 miliar dari kontraktor/pemilik PT Lompulle Haeruddin melalui Syamsul Bahri, di rumah Haeruddin, Perumahan The Mutiara Makassar.
6. Pada Desember 2020 - Februari 2021 untuk kepentingannya menerima Rp1 miliar dari beberapa pihak di rekening Bank Sulselbar atas nama Pengurus Mesjid Kawasan Kebun Raya Pucak, rinciannya:
a. Pada 1 Desember 2020 sebesar Rp100 juta dari kontraktor/direktur PT Putra Jaya Petrus Yalim.
b. Pada 3 Desember 2020 sebesar Rp100 juta kontraktor/pemilik PT Tri Star Mandiri dan PT Tiga Bintang Griya Sarana Thiawudy Wikarso.
c. Pada 3 Desember 2020 sebesar Rp100 juta dari Sekretaris Direktur Utama Bank Sulselbar Riski Anreani yang uangnya dari Syamsul Bahri.
d. Pada 8 Desember 2020 sebesar Rp400 juta dari Direksi PT Bank Sulselbar yang uangnya berasal dari Dana CSR Bank Sulselbar.
e. Pada 26 Februari 2021 sebesar Rp300 juta dari rekening Sulsel Peduli Bencana yang dipindahkan dananya melalui RTGS oleh Muhammad Ardi selaku Kepala Cabang Bank Mandiri Cabang Makassar Panakkukang..
7. Pada April 2020 - Februari 2021 untuk kepentingannya menerima uang senilai Rp387,6 juta dari kontraktor/Direktur CV Mimbar Karya Utama Kwan Sakti Rudy Moha.
"Penerimaan gratifikasi yang dilakukan oleh terdakwa tersebut tidak pernah dilaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari kerja sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 12 C ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ungkap jaksa.
Selain dakwaan gratifikasi, JPU KPK juga mendakwakan Nurdin Abdullah menerima suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp1,596 miliar) dan Rp2,5 miliar dari Agung Sucipto selaku pemilik PT Agung Perdana Bulukumba dan PT Cahaya Sepang Bulukumba.
Tujuan penerimaan suap itu adalah agar memenangkan perusahaan milik Agung dalam pelelangan proyek pekerjaan di Dinas PUTR Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan memberikan Persetujuan Bantuan Keuangan Sulsel terhadap Proyek Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sinjai Tahun Anggaran 2021.
Total dugaan suap dan gratifikasi yang diterima Nurdin Abdullah adalah sebesar Rp12,812 miliar.