Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu kembali memanggil Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.
Andi Sudirman diagendakan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah (NA). Andi Sudirman saat ini menjabat sebagai Plt Gubernur Sulsel pasca-Nurdin ditangkap dan kemudian ditetapkan tersangka oleh KPK.
"Hari ini, pemeriksaan saksi NA tindak pidana korupsi suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta.
Sebelumnya, KPK pernah memeriksa Andi Sudirman pada Selasa (23/3). Saat itu, penyidik mengonfirmasi yang bersangkutan mengenai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) selaku wakil gubernur dan juga berbagai proyek pengadaan yang dilaksanakan oleh Pemprov Sulsel.
Selain itu, KPK pada Rabu ini juga memanggil tiga saksi lainnya untuk tersangka Nurdin, yaitu wiraswasta M Fathul Fauzy Nurdin yang juga anak dari Nurdin Abdullah, Meikewati Bunadi selaku ibu rumah tangga, dan wiraswasta Yusuf Tyos.
KPK saat ini masih melakukan penyidikan terhadap dua tersangka penerima suap kasus tersebut, yaitu Nurdin Abdullah (NA) dan Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
Sementara pemberi suap adalah kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK disebut peran Agung sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah. Bahkan terdakwa sudah dua kali memberikan uang kepada yang bersangkutan sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Jumlah dana suap yang diterima, pertama dengan nilai 150 ribu dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur Jalan Sungai Tangka awal tahun 2019, sedangkan untuk dana kedua, saat operasi tangkap tangan tim KPK senilai Rp2 miliar pada awal Februari tahun ini.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel pada beberapa kabupaten setempat.