Seoul (ANTARA) - Pasukan Korea Utara menembak mati seorang pejabat perikanan Korea Selatan yang hilang awal pekan ini, sebelum menyiram tubuhnya dengan minyak dan membakar jasadnya untuk mencegah wabah virus corona, kata militer Korea Selatan pada Kamis.
Militer Korsel mengatakan bukti menunjukkan pria itu berusaha untuk membelot ke Utara ketika dia dilaporkan hilang dari kapal perikanan pada Senin (21/9) sekitar 10 kilometer selatan Garis Batas Utara (NLL), demarkasi yang disengketakan dari kontrol militer yang bertindak sebagai batas maritim de facto antara kedua Korea.
"Militer kami mengutuk keras kekejaman seperti itu, dan sangat menuntut Korea Utara memberikan penjelasan dan menghukum mereka yang bertanggung jawab," Jenderal Ahn Young-ho, yang bertanggung jawab atas operasi di Kepala Staf Gabungan, mengatakan dalam sebuah pengarahan.
Alasan pasti mengapa pria berusia 47 tahun itu ditembak tidak diketahui, tetapi pasukan Korut tampaknya bertindak di bawah perintah anti-virus, kata militer Korsel.
Mengutip sumber-sumber intelijen, militer mengatakan pria tak dikenal itu tampaknya telah diinterogasi di laut, sebelah utara NLL dan sekitar 38 kilometer dari tempat dia hilang, sebelum dia dieksekusi atas "perintah dari otoritas yang lebih tinggi".
Pasukan dengan masker gas kemudian menyiram jasadnya dengan minyak dan membakarnya.
Pada Rabu (23/9), militer Korsel mengirim pesan ke Korut melalui perbatasan darat untuk meminta penjelasan, tetapi belum menerima tanggapan apa pun.
Komandan militer Amerika Serikat di Korsel mengatakan bulan ini bahwa pasukan Korut telah diberi "perintah tembak-untuk-membunuh" guna mencegah virus corona memasuki negara itu.
Penegakan ketat atas perintah tersebut mungkin merupakan upaya untuk mencegah wabah mengganggu parade militer besar yang diperkirakan akan diadakan pada 10 Oktober, ketika negara itu memperingati berdirinya Partai Pekerja Korea yang berkuasa, kata CEO Korea Risk Group Chad O'Carroll, yang memantau Korut.
"Dalam banyak hal, parade ini merupakan potensi risiko virus yang sangat besar. Dan tampaknya ketakutan tentang risiko itu menyebabkan aturan tembak-untuk-membunuh," katanya dalam sebuah unggahan di Twitter.
Pada Juli, seorang pria yang membelot ke Korsel tiga tahun lalu memicu ketakutan akan virus corona ketika dia menyeberang kembali ke perbatasan yang diawasi ketat ke Korut, yang mengatakan tidak ada kasus penyakit itu.
Kedatangannya mendorong pejabat Korut untuk mengunci kota perbatasan dan mengarantina ribuan orang karena khawatir dia mungkin tertular virus corona, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia kemudian mengatakan hasil tesnya tidak meyakinkan.
Pekan lalu, polisi Korsel menangkap seorang pembelot yang menurut mereka telah mencoba kembali ke Korut dengan membobol tempat pelatihan militer di kota perbatasan Cheorwon, di Selatan.
Sumber: Reuters