Jakarta (ANTARA) - Indonesia mendirikan Fisher Center, platform yang mengawasi pengaduan dan menyampaikan keluhan nelayan dan awak kapal perikanan termasuk ABK WNI di luar negeri, yang pengelolaannya dilakukan Yayasan Plan Internasional Indonesia dan Destructive Fishing Watch (DFW).
Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan, dalam siaran pers di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa saat ini pelayanan Fisher Centre telah dilakukan kepada awak kapal perikanan yang bekerja di dalam dan luar negeri.
Menurut dia, kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dan awak kapal perikanan merupakan salah satu jenis pekerjaan yang paling berbahaya di dunia.
Ia juga mengingatkan bahwa awak kapal perikanan memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya kerja paksa dan perdagangan orang, seperti yang telah menimpa sejumlah ABK Indonesia.
Abdi mengungkapkan meski peresmiannya baru dilakukan, tetapi penyiapan prosedur, pelatihan staf dan penerimaan pengaduan kepada Fisher Center telah dilaksanakan sejak akhir 2019.
Sampai saat ini, Fisher’s Center Tegal dan Bitung telah membantu 60 penerima manfaat dan menerima 23 laporan keluhan dari masyarakat terutama berkaitan dengan kesejahteraan seperti upah, kontrak kerja, asuransi kesehatan dan keselamatan.
"Ke-23 laporan yang terdiri dari 9 pengaduan ABK domestik dan 14 laporan dari ABK migran," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia.
Fisher Centre akan mengembangkan kerjasama dengan lembaga rujukan lain seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian RI, Kementerian Tenaga Kerja, BP2MI, Kementerian Perhubungan, pemerintah provinsi Jawa Tengah, pemerintah provinsi Sulawesi Utara dan berbagai lembaga swadaya masyarakat dan bantuan hukum.
Dalam rangkaian kunjungan kerja Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo di Pelabuhan Tegalsari, kota Tegal, Selasa (7/7), Edhy Prabowo menandatangani prasasti Fisher Centre Tegal dan Bitung dan meresmikan operasional kedua Fisher Centre tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Edhy Prabowo berharap Fisher Centre Tegal dan Bitung menjadi percontohan dan jika ternyata dapat memberi manfaat nyata, maka pihaknya akan mendorong pembentukan Fisher Centre pada 10 lokasi lain di Indonesia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Yayasan Plan Internasional Indonesia, Dini Widiastuti mengatakan bahwa guna memberikan akses keadilan bagi awak kapal perikanan, maka keberadaan Fisher Centre menjadi kebutuhan utama saat ini.
"Setelah melihat tingginya jumlah Awak Kapal Perikanan yang memerlukan perlindungan hak-hak pekerja, maka dibutuhkan suatu pelayanan berbasis masyarakat yang mudah dijangkau dan responsif untuk membantu mereka mendapatkan informasi, pengetahuan dan bantuan untuk memperoleh hak-haknya sebagai pekerja," kata Dini.*