Kendari (ANTARA) - Selama wabah Corona (COVID-19) melanda Tanah Air, para pengrajin tenun sarung Buton di Kelurahan Sulaa Kecamatan Betoambari, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara mengaku tidak pernah lagi menerima pesanan dari pembeli.
Salah satu penenun sarung Buton warga Kelurahan Sulaa, Taasia (78) kepada awak media, Kamis mengungkapkan, hampir dua bulan terakhir, tak satupun orang datang membeli sarung dilapaknya apalagi memesan untuk kebutuhan hajatan atau buah tangan untuk dibawa pulang.
"Dulu pesanan ada walaupun tidak setiap hari, tapi selama mewabahnya corona ini pesanan tidak ada sama sekali," ujar Taasia.
Taasia mengaku, sebelum corona melanda, biasanya menerima banyak pesanan sarung, terlebih saat hari-hari besar menjelang lebaran dan puncaknya saat menjelang HUT kemerdekaan RI dan HUT Kota Baubau.
Meski pendapatannya akhirnya terputus, namun beruntung Taasia masih menerima bantuan rutin pemerintah untuk menyambung hidup di tengah sulitnya mencari nafkah saat ini.
Hal tersebut juga dibenarkan Hasma anak sulungnya. Ia mengatakan, ibunya telah aktif menenun sarung sejak masih berusia remaja dan menenun menjadi bagian dari mata pencaharian sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.
"Mereka ini menenun sejak masih gadis, sudah menjadi kebiasaan hingga usianya sudah tua," kata Hasma.
Meski nihil pesanan, Taasia tetap rutin menjalankan aktivitasnya menenun sarung sebagai profesinya sejak masih muda dulu.
Sementara harga sarung Buton di kelurahan yang dikenal sebagai kampung tenun tersebut per lembar dijual kisaran Rp250.000 hingga Rp500.000 perlembar, tergantung pada jenis benang dan tingkat kesulitan pembuatannya.