Kendari (ANTARA) - Toleransi umat beragama di Sulawesi Tenggara khususnya di Kota Kendari sejak puluhan tahun silam terus terjalin hingga saat ini, terbukti setiap ada bangunan masjid yang berdiri di jalan juga pasti ada bangunan gereja disamping atau di hadapannnya.
Pantauan Antara, Selasa, beberapa masjid dan gereja yang berdiri kokoh dibangun para ulama dan tokoh masyarakat atas dukungan dan persetujuan pemerintah setempat hingga kini masih tetap dipertahankan, dan membuktikan bahwa terpeliharanya kerukunan umat beragama di kota Kendari, Sultra.
Masjid Da’wah Wanita dan Gereja Pantekosta Bukit Zaitun di Kelurahan Dapu-Dapura Kecamatan Kandari yang letaknya saling berdempetan. Kemudian masjid Akbar dan gereja Imanuel di Benu-Benua, Masjid Al Muqarabun dan gereja Yesus Gembala berhadapan di jalan Saranani dan Majid Raya Al-Kautsar yang bersampingan jalan dengan geraja Et- Labora Mandonga dan masih banyak lagi.
Sejumlah rumah ibadah tersebut dibangun sejak tahun 1950-an, masih berdiri kokoh, bahkan terus diperbaharui, seiring bertambahnya jamaah melaksanakan ritual keagamaan sehari-hari.
“Meski bangunan masjid dan gereja hanya terpisah tembok berjarak setengah meter, namun tidak menjadi halangan umat muslim maupun nasrani, melaksanakan ritual ibadah sehari-hari,” ungkap H Yusuf, pengurus Masjid Da’wah Wanita Kendari.
Menurut Yusuf, sejak kedua rumah ibadah itu didirikan, kegiatan keagamaan jamaah masjid maupun gereja, berjalan sebagaimana biasa tanpa terbesit perasaan saling terganggu, baik di bulan suci Ramadhan maupun di hari hari besar keagamaan lainnya.
“Masyarakat Kota Jendari sangat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, terutama dalam kegiatan ibadah. Meski hanya dipisahkan sekat dinding, namun kerukunan dan saling menghargai dalam menjalankan ibadah, hingga kini terus terpelihara,” ujar Pimpinan jemaat Gereja Pantekosta Bukit Zaitun Kendari, Pdt. David Agus Setiawan.
Simbol toleransi umat beragama di Kota Kendari, dengan berdirinya masjid dan gereja yang nyaris satu atap tersebut, juga diakui jamaah masjid Da’wah Wanita, H. Hasan Made Ali.
“Saat itu, setiap kendala yang dihadapi dalam kegiatan kegamaan, langsung teratasi, demi menciptakan suasana harmonis. Bahkan jika kami kekurangan air untuk berwudhu, pihak gereja dengan ikhlas menyediakan air untuk wudhu,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Sultra Abdul Hamid terus berharap kepada seluruh masyarakat senantiasa mempertahankan harmonisasi kerukunan umat beragama yang hingga kini masih terpelihara.
“Sejauh ini, para tokoh lintas agama, juga rutin melakukan pertemuan maupun dialog, untuk menjalin keakraban demi terpeliharanya kerukunan umat beragama di bumi Anoa,” ujaranya.