Baubau (ANTARA) - Wali Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, Dr AS Tamrin menjelaskan, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi atau Oputa Yi Koo yang belum lama ini ditetapkan sebagai pahlawan nasional yang ditandai dengan penganugerahan penghargaan kepada ahli waris bukan harus trah sultan.
"Jadi ahli waris ini ahli waris secara pribadinya sultan, bukan harus trah sultan," ujar AS Tamrin, didampingi Ketua Tim Pengkaji Peneliti Pahlawan Daerah (TP2D) Dr Tasrifin Tahara, dalam konfrensi pers di Baubau, Minggu.
Kata dia, enam tokoh yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional yakni, Ruhana Kudus dari Provinsi Sumatera Barat, Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi dari Provinsi Sulawesi Tenggara, Prof M Sardjito dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdoel Kahar Moezakir dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Alexander Andries (AA) Maramis dari Provinsi Sulawesi Utara, dan KH Masykur dari Provinsi Jawa Timur.
"Jadi hanya satu yang memang bekas sultan, jadi tidak diambil trah kesultanannya, diambil keturunannya yang betul-betul turunaan pribadinya sultan," katanya.
Secara singkat, Tamrin menceritakan awal pengusulan Oputa Yi Koo sebagai pahlawan nasional. Kemudian setelah disetujui, ia lalu meminta tim untuk menelusuri ahli waris, karena dalam nominasi penerimaan tanda penghargaan tersebut pengusul dan ahli waris diminta harus hadir.
"Jadi ketika disampaikan begitu, saya meminta tim untuk menelusuri siapa ahli waris. Rupanya Pak Ali Mazi salah satu dari sekian banyak ahli waris," ujarnya.
Menurut dia, ahli waris sultan Buton tidak harus trah sultan seperti di Yogyakarta ada Sultan Hamengku Buwono I,II,III dan seterusnya, sehingga Ali Mazi memenuhi syarat dalam ahli waris La Karambau atau Oputa Yi Koo sebagai tetesan darah dari beliau.
"Intinya bagi kita saya membuka jalan tidak mau menjadi sebagai, tetapi saya sudah bersyukur ada pahlawan nasional dari Sultra yang merupakan tokoh dari Buton. Harapan saya semua ahli waris juga bersyukur dengan itu," ujarnya.
Ia pula meminta agar hal tersebut tidak dipolemikan, tetapi lebih mengedepankan kesyukuran. Kemudian ini juga diharapkan dapat menjadi pintu dan spirit untuk menuju Provinsi Kepulauan Buton.
"Ini kita meluruskan, tidak ada maksud meminggirkan siapa-siapa. Kita sudah berbangga dan senang sudah ada pahlawan nasional dari Buton, meskipun labelnya di sana (pusat) dari Sultra," ujarnya.
Ditambahkannya, sebagai wujud rasa syukur atas ditetapkan Oputa Yi Koo sebagai pahlawan nasional, ia telah berbicara dengan Gubernur Ali Mazi akan menggelar acara ritual dan baca doa dengan mengundang para pihak-pihak.
Baca juga: Keluarga bangga Himayatuddin Muhammad Saidi menjadi pahlawan nasional
Sementara itu, Ketua Tim Pengkaji Peneliti Pahlawan Daerah, Dr Tasrifin Tahara mengatakan sebagai tim yang mendapat mandat dari Wali Kota Baubau, pihaknya telah bekerja membentuk tim dengan melibatkan unsur tokoh masyarakat, akademisi, tokoh adat, Sultan Izat Manarfa, komponen-komponen yang memenuhi syarat, serta orang-orang yang pernah terlibat sebelumnya.
"Nah tentang ahli waris sebenarnya kami melakukan riset yang panjang seperti menghubungi informan beberapa tokoh-tokoh masyarakat. Jadi tidak bisa kita klaim bahwasanya ini milik kami dan ini milik kamu, karena masing-masing orang punya pegangan. Nah ingatan yang ada pada informan kita cocokan dengan naskah yang kita telusuri di rumah pribadi Pak Mulku Zahari yang menyimpan naskah-naskah kesultanan Buton. Jadi konek antara pengetahuan informan dengan naskah," ujarnya.
Kemudian, adanya yang menyampaikan kalau ahli waris harus berdasarkan keturunan sultan, kata dia, tidak seperti itu, karena sistem pemilihan sultan Buton berbeda dengan di Jawa. Sehingga bisa jadi dalam trah Sultan Himayatuddin itu trahnya tidak lagi menjabat sebagai sultan dan silsilah dalam istana atau dikamali Keraton Buton orang itu tidak tercantum lagi.
"TP2D itu menelusuri langsung dari ahli waris dari turunan secara pribadi Sultan Himayatuddin. Jadi kebetulan Sultan Himayatuddin itu adalah Sultan Buton ke-20 dan ke-23. Dan kebetulan Ali Mazi itu adalah generasi ke-9 dari pihak ibu beliau sebagai turunan Sultan Himayatuddin," katanya.
"Jadi saya kira riak-riak yang selama ini ada di masyarakat harusnya kita bersyukur, karena kita sudah punya tokoh yang bisa diterima secara nasional dan ada Keputusan Presiden (Keppres) yang menguatkan, sehingga secara pribadi kita sebagai orang Buton bisalah dihitung secara nasional, karena kita sudah punya satu identitas tokoh," tambah Tasrifin yang juga dosen Unhas Makassar ini.
Kemudian, lanjut dia, dengan ditetapkannya Oputa Yi Koo sebagai pahlawan nasional tersebut diharapkan bisa menjadi tokoh pemersatu dan juga menjadi harapan untuk terbentuknya Provinsi Kepulauan Buton.