Kendari (Antara News) - Anggota Dewan Pers menggelar Seminar Literasi Media bertajuk `Membedakan Media Profesional dengan Media Abal-abal` di salah satu hotel di Kendari, Kamis.
Pada seminar yang diikuti para kepala sekolah tingkat SD, SMP hingga SMA dan utusan dari berbagai lembaga pemerintah serta organisasi sosial itu, Dewan Pers menghadirkan tiga pembicara utama.
Ketiga pembiacara kunci tersebut yakni Ninok Leksono (Anggota Dewan Pers 2013-2016 dan mantan Wakil Pempred Harian Kompas), Sabam Leo Batubara (mantan anggota Dewan Pers) dan Muhammad Ridlo Eisy (Anggota Dewan Pers 2013-2016).
Sementara La Ode Masrafi, Kepala Kantor LKBN Antara Biro Kendari yang juga mantan Sekretaris PWI Sultra, menjadi moderator dalam seminar tersebut.
"Kami dari Dewan Pers menggelar Seminar Literasi Media bertajuk Membedakan Media Profesional dengan Media Abal-Abal ini karena kekhawatiran banyaknya media dan wartawan yang tidak profesional dalam menjalankan tugas profesinya," kata anggota Dewan Pers, Muhammad Ridlo Eisy saat membuka seminar tersebut.
Kata abal-abal sendiri, menurut Ridho, bukanlah diambil dari bahasa baku, melainkan istilah yang digunakan menyebut wartawan parasit yang kerap kali menggangu citra wartawan profesional.
"Media atau wartawan profesional dalam menjalankan tugasnya, tidak pernah meminta imbalan apa pun dari narasumber berita, sedangkan wartawan abal-abal kerap kali meminta imbalan sejumlah uang," katanya.
Terhadap wartawan yang meminta imbalan, kata Ridho, dapat dipastikan yang bersangkutan tidak profesional dan narasumber tidak perlu melayani wartawan seperti itu.
"Tidak usah melayani wartawan yang meminta imbalan. Jika yang bersangkutan memaksa, suruh saja yang berangkutan keluar dari ruangan," katanya.
Sementara itu, Ninok Leksono yang menjadi salah satu pembicara utama dalam seminar tersebut mengatakan, media dan wartawan merupakan profesi luhur, menjadi obor dunia dan juru penerang masyarakat.
Sebagai profesi luhur yang dapat mencerdaskan masyarakat, kata dia, maka wartawan memiliki pengetahuan selangkah atau dua langkah lebih maju dari orang lain.
"Oleh karena profesi wartawan dapat mencedaskan masyarakat, maka wartawan dalam menjalankan tugasnya harus profesional dan memiliki kompetensi, sebab hanya wartawan profesionallah yang dapat mencerdaskan masyarakat" katanya.
Keterangan serupa juga disampaikan Sabam Leo Batubara, pemcicara lain dalam seminar tersebut.
Menurut Leo, wartawan yang tidak profesional bukan hanya merusak citra wartawan, melainkan juga kerap kali menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
"Dewan Pers hanya melindungi wartawan profesional, jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers. Wartawan yang tidak profesional, menjadi urusan polisi jika bermasalah dengan pemberitaannya," katanya.