Hainan, China (Antara News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan konflik Laut China Selatan (LCS) dapat menjadi keajaiban bagi perekonomian di Asia jika itu dikelola dengan baik oleh negara-negara di kawasan tersebut.
"Berkaitan dengan Laut China Selatan, Asia harus menjadikannya sebagai isu prioritas. Jika kita dapat mengelolanya dengan baik, maka itu akan menjadi awal bagi keajaiban ekonomi Asia. Kita harus mengubah potensi konflik menjadi peluang kerja sama konkret," kata Wapres dalam sambutannya pada Konferensi Boao Forum for Asia di Hainan, China, Kamis.
Dengan adanya tantangan di bidang perekonomian di kawasan Asia, kata Kalla, itu dapat menjadi pemersatu negara-negara yang berkonflik di kawasan Laut China Selatan untuk menemukan komitmen baru.
"Kami (Indonesia) memahami bahwa menyelesaikan sengketa wilayah tidaklah mudah. Oleh karena itu, akan menjadi lebih produktif jika negara yang berkonflik dapat melakukan usaha bersama untuk menyelesaikan persoalan itu demi keuntungan bagi kawasan," tambahnya.
Dengan adanya Konferensi Boao Forum for Asia, yang dihadiri oleh para pemimpin negara dan pejabat tinggi dari seluruh negara kawasan, Wapres Kalla meminta semua pihak untuk memperkuat peran Asia.
"Kita harus mampu membuang jauh perbedaan-perbedaan kita dan mengutamakan pada tujuan umum kita untuk mempertahankan peran Asia sebagai mesin pertumbuhan secara global," kata Wapres.
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menghadiri upacara pembukaan Boao Forum for Asia (BFA) dan memberikan sambutan pada Konferensi bertemakan Masa Depan Baru Asia: Dinamika Baru, Visi Baru di Boao, Provinsi Hainan, China, Kamis.
Wapres tiba di BFA Hotel dengan didampingi Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar serta Duta Besar RI untuk China Soegeng Rahardjo.
Boao Forum for Asia merupakan kegiatan swadaya atau nonprofit yang membahas mengenai kegiatan perekonomian, politik, inovasi dan budaya di Asia.
Forum tersebut diselenggarakan di Kota Boao, Provinsi Hainan, selama empat hari mulai 22-25 Maret dan mengutamakan pada upaya pembaruan persediaan bahan bakar di dunia serta pembangunan ekonomi di kawasan.
Dalam Forum tersebut akan dibahas 12 tema diskusi antara lain terkait teknologi canggih, kemajuan pabrik dan industri terkini di kawasan Asia.
Selain Wapres RI Jusuf Kalla, BFA juga dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara antara lain Perdana Menteri Nepal Khadga Prasad Sharma Oli, Perdana Menteri Lithuania Algirdas Butkewiczius, Perdana Menteri Belgia Charles Michel, Wakil Perdana Menteri Korea Selatan Yoo Il-ho dan Wakil Perdana Menteri Rusia Arkaji Dvorkovich.
Buka Diri
Pemerintah Indonesia membuka diri terhadap kerja sama tingkat kawasan internasional, khususnya di bidang perdagangan.
Sejumlah kerja sama telah disepakati oleh Pemerintah Indonesia bersama dengan sejumlah kawasan, antara lain Trans-Pacific Partnership (TPP), China-Asean Free Trade Area (CAFTA), dan Regional Comprehensive Economic Partnership (R-CEP).
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan keterbukaan Pemerintah terhadap kerja sama perdagangan dengan berbagai kawasan tersebut tidak dapat dihindari mengingat negara-negara lain juga telah mulai menjajaki kerja sama tersebut.
"Pada akhirnya kita tidak bisa menghindar dari globalisasi perdagangan yang lebih bebas, karena selama orang lain masuk tetapi kita tidak maka akan terjadi diskriminasi," kata Wapres di Hainan, China, Kamis.
Diskriminasi atau perbedaan tersebut dapat menyebabkan pasar asing lebih memilih negara lain untuk kerja sama perdagangan mereka daripada Indonesia.
"Diskriminasi itu misalnya negara lain memberikan selisih (harga) 10 persen, maka mereka akan mencari yang lebih murah. Kalau begitu, yang terkena imbasnya adalah manufaktur, keterbatasan lapangan kerja, hingga akhirnya defisit," jelasnya.
Dalam kerja sama Kemitraan Trans-Pacific (TPP), Wapres mencontohkan, jika Indonesia tidak tergabung dalam kerja sama tersebut sementara negara anggota Asean lainnya bergabung, maka pasar Indonesia bisa menjadi hanya sebagai pihak ketiga.
"Amerika itu sebagai pasar besar. Kalau kita tidak masuk, bisa-bisa yang terjadi kalau kita mau ekspor ke Amerika harus melalui Malaysia dan ada pos lagi," katanya.
Wapres Kalla pun tidak memungkiri jika sering muncul pertanyaan mengenai banyaknya kerja sama perdagangan yang diikuti Pemerintah Indonesia. "Tapi di situlah letak akibatnya kalau kita tidak masuk ke area itu, khususnya untuk pasar negara-negara besar," ujarnya.