Palu (Antara News) - Warga Kota Palu meminta kepada Wali Kota Palu yang baru dilantik Hidayat bersama wakilnya Sigit Purnomo Said (Pasha) peduli terhadap pendidikan warga miskin.
"Harapan kami supaya wali kota/wakil wali kota memperhatikan kalangan masyarakat bawah terutama pendidikannya," kata Suardi, seorang relawan pemenangan Hidayat/Pasha dari Komunitas Pondasi Garda di sela-sela pelantikan serentak kepala daerah di Palu, Rabu.
Ratusan relawan pemenangan Hidayat/Pasha dari komunitas Pondasi Garda dan Srikandi Ungu ikut menyaksikan pelantikan wali kota Palu/wakil wali kota dan enam bupati/wakil bupati yang dilantik serentak oleh Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola di halaman kantor gubernur.
Enam bupati/wakil bupati yang dilantik adalah Bupati Tojo Unauna Muhammad Lahay dan Wakil Bupati Tojo Unauna Admin As Lasimpala. Bupati Tolitoli Moh Saleh Bantilan (petahana) dan Wakil Bupati Tolitoli Abdurahman H Budding.
Bupati Morowali Utara Aptripel Tumimomor dan Wakil Bupati Moh Asrar Abd Samad. Bupati Sigi Irwan Lapatta dan Wakil Bupati Paulina. Bupati Poso Darmin Agustinus Sigilipu dan Wakil Bupati Samsuri.
Di tengah hiruk pikuk pelantikan tersebut tim relawan Hidayat/Pasha juga hadir dengan pakaian seragamnya masing-masing.
Menurut Suardi, pelantikan tersebut merupakan momentum kebahagiaan bagi mereka yang sudah berjuang memenangkan pasangan Hidayat/Pasha. Namun mereka berharap ditangan kedua pemimpin baru itulah masyarakat Kota Palu lebih maju.
"Pendidikan anak-anak kami masyarakat miskin ini juga ingin setara dengan pendidikan mereka yang mampu. Kami minta pak Hidayat/Pasha bisa memperhatikan nasib pendidikan anak-anak kami," katanya.
Suardi mengatakan untuk biaya pendidikan masuk SMA di Kota Palu biayanya bervariasi antara Rp3 juta sampai Rp5 juta per siswa.
"Bagaimana mungkin anak kami bisa sekolah kalau biaya masuk sekolah saja sudah mahal," katanya.
Hal yang sama juga dikemukakan relawan dari Srikandi Ungu, Nazaria. Ibu empat anak itu mengatakan karena mahalnya biaya pendidikan, keempat anaknya tidak ada yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
"Dua anak saya sudah menikah. Tapi semuanya hanya tamat SMA. Satu menganggur, satu honor menjadi satpam di perusahaan," katanya.
Ia mengharapkan pemerintah ke depan lebih memperhatikan anak-anak sekolah dari kalangan masyarakat miskin sehingga mereka juga maju karena ditunjang dengan pendidikan.
"Anak saya yang SMP, biasa tidak makan pergi sekolah. Di sekolah juga tidak makan karena tidak ada uang belanja," katanya.
Menurutnya untuk pakaian siswa SMA saja sudah mencapai Rp1 juta. Bagi mereka, uang sebanyak itu cukup untuk makan sehari-hari.