Kendari (Antara News) - Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam menyarankan bidan pegawai tidak tetap (PTT) yang ada di daerah itu untuk mendirikan klinik bersalin, dari pada hanya berharap untuk menjadi pegawai negeri sipil.
"PNS itu bukan ukuran kesejahteraan. Bidan itu punya banyak potensi yang seharusnya tidak bergantung terus kepada pemerintah, misalkan dengan membuat klinik bersalin," kata Gubernur dalam acara Konsolidasi dan Sosialisasi Forum Bidan Desa PTT Sultra di Kendari, Kamis.
Ia menambahkan, untuk mengangkat bidan PTT menjadi PNS harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tentunya berdasarkan kuota dan kemampuan keuangan negara untuk memberikan gaji.
Maka dari itu, menurut dia, untuk meningkatkan kesejahteraan bidan harus ada langkah baru yang dibuat yakni salah satunya dengan mendirikan klinik bersalin.
"Dengan adanya klinik bersalin yang akan dibuat tentunya juga akan menyerap tenaga kerja baru, selain itu pertolongan persalinan sudah dapat dilakukan di klinik sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan kebidanan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Forum Bidan PTT Indonesia, Lilik Dian Eka Sari, yang mendampingi puluhan bidan PTT Sultra meminta Gubernur untuk membantu para bidan PTT memperjuangkan hak mereka agar diangkat menjadi PNS tanpa syarat.
Para bidan tersebut merasa mendapat tindakan diskriminasi dengan terbitnya Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) RI No 7 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap.
"Keluarnya Permenkes itu menyebabkan puluhan ribu bidan PTT yang telah lama bertugas di daerah terancam dirumahkan alias kehilangan pekerjaan karena adanya pembatasan pengangkatan kembali masa tugas bidan PTT yang mengatur hanya boleh diangkat selama dua periode," ujarnya.
Ia menambahkan, bidan merupakan ujung tombak untuk menyelamatkan ibu dan anak di seluruh Indonesia, tapi nasib dan kepastian kerja yang diberikan tidak sesuai. Para bidan juga selalu dihantui oleh rasa takut akan nasib kami yang tidak jelas setelah mengabdi selama 9 tahun.
Menurut dia, banyak bentuk diskriminasi lainnya kan bidan PTT misalnya, pemberian cuti hamil dan melahirkan hanya 40 hari kerja dimana hal ini bertentangan dengan aturan ketenaga kerjaan. Selain itu bentuk diskriminasi lainnya yakni gaji yang mereka terima masih dibebankan pajak.