Kendari (Antara) - Penetapan Kabupaten Konawe sebagai Kawasan Industri Pertambangan (KIP) oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian ESDM bertentangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sultra.
"Dalam RTRW Provinsi Sultra, wilayah Konawe tidak masuk sebagai kawasan pertambangan, melainkan sebagai wilayah pengembangan tanaman pangan," kata Wakil Ketua DPRD Provinsi Sultra, Nursalam Lada di Kendari, Selasa.
Oleh karena itu, kata dia, Pemerintah Pusat perlu meninjau kembali penetapan tersebut sehingga peruntukan kawasan di daerah itu sesuai dengan RTRW yang sudah ada.
Menurut dia, aktivitas perusahaan tambang yang mengangkut material tambang berupa ore (tanah bercampur nikel) dari lokasi penambangan ke pusat industri di Konawe telah menimbulkan dampak sosial di tengah masyarakat Konawe.
Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan industri tambang, terutama yang bermukim di sepanjang jalan yang dilalui mobil pengangkut material tambang, telah terganggu dengan polusi debu yang berterbangan dari bak mobil dan badan jalan saat dilewati mobil.
"Saya sudah banyak mendapat informasi dari masyarakat bahwa polusi debu dari aktivitas perusahaan tambang, terutama mobil pengangkut material tambang telah meresahkan masyarakat di Konawe," katanya.
Selain debu yang berterbangan dari bak mobil dan badan jalan mengotori rumah-rumah penduduk, juga telah menimbulkan penyakit ISPA bagi sebagian penduduk Konawe.
Bahkan di beberapa desa, kata dia, debu dari aktivitas perusahaan tambang telah mengganggu usaha pertanian dan pertambakan milik penduduk yang terletak di sepanjang jalan yang dilewati mobil pengangkut material tambang.
"Kita berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali keputusan penetapan Konawe sebagai Kawasan Industri Pertambangan Nikel di provinsi ini, sehingga berbagai dampak yang ditimbulkannya tidak terus merugikan penduduk," katanya.