Jakarta (Antara News) - Aparat Polisi RI sebaiknya tidak merasa berbangga diri atas dimenangkannya kasus Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan dalam putusan Praperadilan yang dibacakan hakim tungggal, Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin.
Kepolisian RI sebaiknya tidak berbangga diri dengan kemenangan itu, karena dampaknya justru akan terkena pada institusi Polri sendiri, yakni akan banyak orang yang ditetapkan tersangka oleh Polri mengajukan Praperadilan ke Pengadilan negeri. Itu justru akan menyulitkan aparat kepolisain dikemudian hari, " kata Wakil Ketua Pipimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia, Dr. Laksanto Utomo, kepada Antara, di Jakarta, Senin.
Laksanto yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta, dimintai komentarnya terkait putusan Praperadilan yang menolak eksepsi dari kuasa hukum KPK dan adanya sujud syukur dari para aparat Polri di depan Pangadilan Negeri Jakarta Selatan usai pembacaan putusan Praperadilan,Senin.
Menurut Laksanto, selama ini obyek dari Praperadilan didasarkan pada bab IX Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan antara lain, sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; dan ke empat permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Jika dilihat dari pasal itu, katanya, tidak menyentuh pada kasus tersangka, tetapi kepada penangkapan atau penyitaan yang dilakukan oleh aparat hukum, diluar operasi tangkap tangan atau OTT.
Oleh karena itu, putusan hakim tunggal itu dapat dijadikan jurisprundensi meskipun akan banyak perdebatan dikemudian hari apakah semua orang yang dinyatakan tersangka dapat di Praperadilankan.
"Itu akan menjadi perdebatan oleh para ahli hukum dikemudian hari," katanya seraya menambahkan, putusan hakim itu didasarkan atas rechtsvinding (penemuan hukum) oleh pengadilan.
Rechtsvinding sudah lama dikembangkan di negara-negara Angloxakson, dimana para ahli hukum berpendapat, keadilan itu tidak hanya didapat dari teks-teks mati dalam suatu pasal tetapi juga dapat digali oleh para yuris atas fakta yang terjadi dilapangan.
Penemuan hukum itu, katanya juga diakomodasi dalam Pasal 16 ayat 4 UU No 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman yang menegaskan, Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih kurang jelas atau tidak ada pasalnya dalam KUHP.
Laksanto juga mengatakan, semua pihak perlu mengambil hikmahnya atas keputusan itu khususnya Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) untuk tidak ceroboh atau terkesan gregetan untuk menjadikan seseorang sebagai tersangka.
Kasus Komjen Budi Gunawan ditetapkan tersangka, katanya, belum pernah dipanggil oleh KPK. KPK hanya mendasarkan dua alat bukti yang belum kuat yakni data transfer dari bank yang belum terkonfirmasi dari yang bersangkutan, baik dari bank maupun dari Budi Gunawan.
"Kita semua suka KPK, dan memperbaiki negeri ini lewat pemberantasan korupsi secara tegas, tetapi juga tidak boleh meninggalkan pakem proses hukum dan cara--cara yang lebih etik dalam menegakkan hukum itu agar diterima oleh masyarakat luas," katanya.