Kendari (Antara News) - Warga binaan di rumah tahanan (Rutan) Kelas II Kendari menunda pencoblosan karena sebagian besar masyarakat setempat yang memiliki hak pilih tidak mendapatkan surat suara pada pemilu legislatif di Kendari, Rabu.
Warga Binaan Rutan Kendari itu melampiaskan kekecewaan dengan menyegel tempat pemungutan suara (TPS) 12 yang berada di lapangan rutan Kelas II Kendari tersebut, dan warga meminta petugas rutan untuk menghadirkan anggota KPU dan Panwaslu di tempat itu.
Aksi ratusan narapidana tersebut terkendali, setelah petugas Rutan dan pihak kepolisian menenangkan warga binaan itu dan mengamankan rutan Kelas II Kendari itu.
Kepala Rumah Tahanan negara (Rutan) Kelas II Kendari Masudi mengatakan dari 433 warga binaan tersebut, di antaranya sebanyak 404 orang narapida memiliki hak suara, tetapi pihak KPU hanya menyediakan 57 surat suara, padahal warga tersebut memiliki KTP dan surat domisili.
"Warga binaan rutan Kendari ini punya hak untuk memilih, dan mereka juga ingin mempunyai keterwakilan di pusat karena warga binaan ini juga merupakan elemen masyarakat Indonesia," ujarnya.
Ia mengatakan, bahwa sebelumnya pihak Rutan Kendari telah mengusulkan perubahan data pemilih kepada pihak KPU, tetapi ternyata tidak terakomodir, sehingga pelaksanaan pemungutan suara di tempat tersebut terganggu.
Sementara itu, Ketua KPU Kota Kendari Hayani Imbu bersama Ketua Bawaslu Provinsi Sultra, Hamiruddin Udu dan anggota Panwaslu Kota Kendari yang tiba dilokasi TPS 12 di Rutan itu langsung mengadakan dialog dengan perwakilan warga binaan itu.
Hasi pertemuan tersebut disepakati bahwa Warga Binaan Rutan Kendari diminta untuk menunggu hasil pleno KPU KOta Kendari terkait kurangnya kertas suara di TPS tersebut.
Salah seorang perwakilan Warga Binaan Rutan Kelas II Kendari, Zulkifli Tahrir meminta KPU agar mengakomodasi mereka untuk memilih.
"Meski terlambat, jangan sampai menghilangkan hak azasi para narapidana.
Kami ini juga adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk memilih, apalagi pemerintah menganjurkan warga untuk tidak golput, tapi kenapa kami dipaksa untuk golput," ujarnya.