Makassar (ANTARA News) - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Selatan Rusdin Tompo mengatakan, wartawan membutuhkan jurnalisme empati untuk menuliskan kasus Orang dengan HIV/AIDS.
"Kalau selama ini tanpa disadari menuliskan berita kasus HIV/AIDS ataupun ODHA yang berkaitan dengan stigmatisasi atau diskriminasi, maka seharusnya mengedepankan jurnalisme empati," kata Rusdin pada Workshop Manajemen Media di Makassar, Kamis.
Peranan wartawan sebagai pengontrol sosial dan penyampai informasi, dalam membuat berita kasus ODHA hendaknya mengambil pendekatan yang positif, menghindari sensasi dan menghormati privasi orang.
Dia mengatakan, apabila ketiga unsur itu terpenuhi maka tidak ada lagi korban kasus HIV/AIDS yang merasa mendapatkan bias, kemudian menimbulkan steriotip.
Dalam Undang-Undang penyiaran ditekankan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi yang benar dan terlindungi, sehingga harus betul-betul memperhatikan itu dalam memberitakan
kasus ODHA.
Sementara itu, Pimred Harian Fajar Dr Sukriansyah S Latif mengatakan, dalam mengungkap kasus HIV/AIDS atau ODHA selain harus melakukan "check n recheck", juga ditekankan mendapatkan fakta (fact finding).
"Masalah Napza yang erat kaitannya dengan kasus HIV/AIDS ataupun ODHA, merupakan salah satu dari tiga musuh bersama yang harus dilawan dan diperangi selain masalah korupsi dan terorisme," katanya.
Menurut dia, masalah Napza menjadi hal yang paling berbahaya dari ketiga masalah yang harus diperangi, karena dapat merusak generasi bangsa. (T.S036/M019)