Kolaka (ANTARA News) - Harga biji kakao hasil fermentasi di tingkat pengusaha eksportir di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) turun, karena krisis ekonomi yang melanda beberapa negara di Eropa.
Manager PT Armajaro Indonesia, Haeruddin di Kolaka, Rabu, mengatakan selain faktor cuaca yang menyebabkan anjloknya harga biji kakao ditingkat eksportir juga disebabkan kondisi krisis ekonomi keuangan negara-nagara Eropa.
"Saat ini harga biji kakao hasil permentasi yang dibeli dari tingkat petani hanya berkisar antara Rp19.600-Rp19.750 perkilogramnya sementara sebelumnya Rp22.660 perkilonya, hal inilah yang menyebabkan turunnya harga komuditas termasuk biji kakao itu," ujarnya.
Menurut Haeruddin selama ini pihaknya membeli biji kakao hasil permentasi melalui petani atau pengusaha lokal yang ada di Kabupaten Kolaka, Sultra dengan harga yang bervariasi.
Itupun juga lanjut dia, harga biji kakao hasil permentasi yang dibeli ditingkat petani tergantung mutunya, karena permintaan di beberapa perusahaan eksportir, sehingga memang harus memenuhi standar harga ekspor.
"Sementara standar mutu ekspor biji kakao adalah jika kadar airnya mencapai 7 persen dan sampah dari biji kakao itu berkisar 2,5 serta jamurnya hanya berkisar 4 persen. Dan kalau ada yang kadarnya dibawah dari ini maka harga ditentukan lewat mutu biji kakao," jelasnya.
Haeruddin juga mengatakan selama ini Perusahaan tempatnya bekerja mengirimkan hasil pembelian komudity ke beberapa pengusaha yang berada diwilayah Makassar.
"Dari perusahaan yang ada di Makassar mengirim melalui perusahaan eksportir yang berada di negara Malaysia, Eropa dan Amerika kalau kami di Kolaka belum melakukan pengiriman ke luar Negeri," jelasnya. (ANT).