Kolaka (ANTARA News) - Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Himpunan Mahasiswa Islam (LKBH-HMI) Cabang Kolaka melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor Kejaksaan Negeri setempat terkait putusan jaksa penuntut umum kepada terdakwa pelaku pemerkosaan Adr ( 20) terhadap korbannya.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ilmiawan atas perkara pidana tersebut yang dibacakan saat sidang pembacaan tuntutan atas terdakwa beberapa hari lalu dinilai menciderai rasa keadilan bagi keluarga korban karena terdakwa hanya di tuntut empat tahun penjara oleh JPU.
"Ini menciderai rasa keadilan karena berdasarkan UU perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 pasal 81 dan 82 dengan tegas mengatakan ancaman pidana 15 tahun penjara dan serendah-rendahnya tiga tahun penjara bagi pelaku pemerkosaan di bawah umur." kata Sucipto salah satu koordinator aksi di Kolaka, Senin.
Menurut mereka, tuntutan JPU terhadap terdakwa hanya empat tahun penjara hanya selisih satu tahun dari dari tuntutan pidana umum sementara dalam UU perlindungan anak sudah sangat jelas.
"Pertanyaannya, di manakah keberpihakan JPU yang mewakili negara dalam membela korban kasus perkosaan tersebut, apalagi hasil visum dari dokter ditemukan tanda-tanda penganiayaan," ungkapnya.
Untuk itu LKBH-HMI menyatakan sikap untuk meminta hakim agar memutuskan perkara tersebut seadil-adilnya, sehingga dapat memberikan efek jera terhadap pelaku.
"Kami juga meminta JPU untuk menuntut terdakwa yang diduga melakukan asusila itu dengan tuntutan maksimal dan meminta klarifikasi JPU dalam hal penetapan tuntutan terhadap terdakwa yang dinilai tidak adil. Kami juga meminta klarifikasi dari Kajari Kolaka terkait dugaan makelar kasus di lembaga kejaksaan itu," ujar Sucipto.
Usai membacakan pernyataan sikap, aktivis HMI yang diterima oleh Pls Kajari Kolaka, Ruslan yang didampingi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ilmiawan mengatakan, tuntutan JPU terhadap terdakwa tersebt berdasarkan fakta-fakta persidangan.
Meskipun terjadi perdebatan alot yang tidak menemui titik terang, para aktivis HMI yang merasa tidak puas atas penjelasan Pls. Kajari itu, akhirnya melanjutkan aksinya menuju Kantor Pengadilan Negeri setempat untuk meminta hakim agar memberikan tuntutan yang seadil-adilnya terhadap terdakwa pelaku perkosaan di bawah umur.
Sementara salah satu keluarga korban yang ditemui merasa kecewa dengan tuntutan yang dilakukan JPU terhadap terdakwa yang hanya menuntut empat tahun penjara.
"Kenyataan ini sangat melukai perasaan bagi korban dan keluarga, serta kaum perempuan umumnya atas kebiadaban lelaki yang memperlakukan perempuan yang seakan tidak mempunyai harga diri sama sekali. Wajar kalau kemudian masyarakat berfikir negatif terhadap kejaksaan yang patut diduga bermain mata dengan pihak pelaku," kata Hajar, kakak ipar korban.
Menurut Hajar, JPU seharusnya bisa mempertimbangkan untuk menuntut pelaku karena beban psikologis yang diderita korban saat ini masih trauma.
"Apalagi korban masih berstatus anak sekolah yang jelas akan berpengaruh psikologis korban dalam pergaulan," kata Hajar.
Pihaknya juga berjanji akan melaporkan kepada Komisi Perlindungan Anak, Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Agung di Jakarta, jika putusan hakim yang menuntut pelaku tidak berlaku adil.
Peristiwa perkosaan terhadap Melati (nama samaran), 18 tahun oleh pelaku Adr, terjadi tahun lalu, sehari setelah Hari Raya Idul Adha. Saat itu korban dianiaya dan diperkosa di salah satu kamar wisma di Kolaka. (Ant).