Kendari (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, mengimbau pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) untuk menurunkan simbol-simbol aliran sesat tersebut.
Kepala Kementrian Agama Kabupaten Konawe Selatan Abubaeda di Kendari, Rabu, mengatakan, pemerintah setempat telah menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 01/2011 dalam lembaran daerah nomor satu yang melarang Ahmadiyah melakukan kegiatan di daerah itu.
"Simbol-simbol Ahmadiyah yang harus ditiadakan menyusul terbitnya Peraturan Bupati antara lain papan nama organisasi Ahmadiyah dan papan nama masjid Ahmadiyah," katanya.
Tindakan tegas menurunkan simbol-simbol Ahmadiyah diperlukan karena disinyalir menyimpang dari ajaran Islam.
Faktanya, kata Abubaeda, pengikut Ahmadiyah menolak tarwih bersama umat Islam lainnya saat puasa Ramadhan 1432 H.
"Kalau menolak tarwih bersama umat Islam lainnya berarti patut dan harus dilarang mengaku sebagai umat Islam," katanya.
Sebelum pemerintah melarang Ahmadiyah lebih dulu menggelar pertemuan dengan pengurus Ahmadiyah, organisasi masyarakat Islam yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhamadyah dan Nahdatul Ulama (NU).
Kesimpulan dari pertemuan secara berjenjang tersebut adalah membekukan aliran Ahmadiyah karena dinilai tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam.
"Larangan aktivitas aliran Ahmadiyah di Konawe Selatan dicapai dalam rapat yang melibatkan unsur kepolisian dan kejaksaan," kata Abubaeda.
Keberadaan aliran Ahmadiyah yang tersebar pada tujuh kecamatan se-Kabupaten Konawe Selatan sudah eksis sejak tahun 1999 sehingga pengikutnya mencapai 1.018 orang.
Ia menambahkan bahwa peraturan larangan Ahmadiyah sejalan dengan surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri.
"Larangan agar pengikut ahmadiyah tidak melakukan kegiatan siar sebagai antisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang terjadi di daerah lain," katanya. (Ant).