Jakarta (ANTARA) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menargetkan penyelesaian masalah terhadap 537 perusahaan kelapa sawit yang tidak memiliki hak guna usaha (HGU) tuntas pada Desember.
"Targetnya sampai Desember ini harus selesai," ujar Nusron di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Nusron mengungkapkan bahwa sebanyak 537 perusahaan atau badan hukum kelapa sawit beroperasi tanpa mengantongi sertifikat Hak Guna Usaha (HGU).
Luas perkebunan sawit dari 537 perusahaan atau badan hukum yang belum mempunyai HGU itu bila ditotal berjumlah 2,5 juta hektare.
Nusron menjelaskan bahwa hal itu terjadi dikarenakan adanya perubahan aturan yang merupakan dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Berdasarkan Undang-Undang 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, pada Pasal 42 disebutkan bahwa kegiatan usaha budi daya tanaman perkebunan dan usaha pengolahan hasil perkebunan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila mendapatkan hak atas tanah dan atau izin usaha perkebunan.
Namun, Nusron mengatakan bahwa pada 27 Oktober 2016, Pasal tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Yang kemudian berubah menjadi kalimat 'dan atau' menjadi 'dan'. 'Atau'-nya dihapus. Karena 'dan atau' berubah menjadi 'dan', maka berarti setiap yang menanam kelapa sawit, yang budidaya itu harus, satu punya IUP perkebunan, satu punya HGU," ujar Nusron.
Nusron mengatakan akibat keputusan tersebut, terdapat 537 perusahaan atau badan hukum yang sudah mempunyai izin usaha perkebunan (IUP) kelapa sawit, namun belum mengantongi HGU.
Artinya, selama delapan tahun mereka menanam kelapa sawit di atas tanah negara tanpa izin.
Nusron mengatakan pihaknya tengah berkonsultasi dengan Jaksa Agung untuk menentukan sanksi atau denda yang akan dijatuhkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
"Saya konsultasikan kepada Jaksa Agung, apakah orang menanam di atas tanah negara, jutaan hektare selama delapan tahun itu masuk perbuatan melanggar hukum atau tidak. Nah, kemudian yang sudah kadung menanam, mereka ini dendanya dikenakan berapa? Apakah sifatnya dendanya itu bagi hasil? Apakah dendanya dihitung sewa? Selama delapan tahun atau bagaimana?" kata dia.
Nusron mengatakan pengenaan sanksi atau denda terhadap perusahaan-perusahaan tersebut sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Berita Terkait
ATR: Pengamanan tanah rakyat dan aset negara jadi prioritas di 2025
Minggu, 17 November 2024 6:52
Menteri ATR: Kasus mafia tanah Dago Elos ditindaklanjuti dengan TPPU
Jumat, 15 November 2024 13:29
ATR: Lahan pemukiman korban bencana Lewotobi sudah disetujui suku adat
Kamis, 14 November 2024 15:00
Menteri ATR: Satu rencana tata ruang berperan antisipasi rawan bencana
Kamis, 14 November 2024 14:58
ATR siapkan 50 hektare tanah untuk relokasi korban bencana Lewotobi
Kamis, 14 November 2024 14:58
Menteri ATR siap mendukung pengadaan lahan untuk kebutuhan TNI
Senin, 11 November 2024 22:41
Menteri ATR dan Menhan akan bekerja sama untuk mengamankan aset negara
Senin, 11 November 2024 22:39
Menteri ATR sampaikan kontribusi dukung program 3 juta rumah
Senin, 11 November 2024 14:50