Kemendag RI: Pemerintah Sudan terbitkan ketentuan ekspor baru
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI menyampaikan, Pemerintah Republik Sudan Selatan telah menerbitkan ketentuan ekspor baru yang berhubungan dengan perizinan akreditasi (accreditation permit) sebagai syarat masuknya barang ke negara tersebut.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Isy Karim berharap para pelaku usaha dan eksportir Indonesia dapat mengetahui dan menyesuaikan diri dengan berbagai persyaratan yang timbul dari ketentuan baru tersebut.
"Kami berharap para pelaku usaha dapat mengetahui dan menyesuaikan diri dengan sejumlah ketentuan baru yang diterapkan Republik Sudan Selatan," ujar Isy melalui keterangan, di Jakarta, Rabu.
Kebijakan perizinan akreditasi yang diterapkan Pemerintah Sudan Selatan direncanakan untuk mulai berlaku pada 30 September 2024.
Perizinan akreditasi ini bertujuan untuk mencegah impor barang palsu dan memastikan kualitas produk yang diimpor. Dokumen perizinan akreditasi dapat diperoleh melalui portal e-government Sudan Selatan.
Menurut Isy, kebijakan Pemerintah Sudan Selatan ini memiliki dua fase. Fase pertama mengharuskan semua produk yang akan diekspor ke Sudan Selatan untuk memiliki sertifikat perizinan akreditasi.
Kemudian, fase kedua melibatkan penggunaan Application Programming Interface (API) untuk melaporkan informasi produk yang akan diekspor ke Sudan Selatan.
Pemerintah Sudan Selatan akan memvalidasi nomor sertifikat perizinan akreditasi sebelum barang dapat diekspor ke Sudan Selatan.
Dalam konteks perdagangan internasional, saat ini Sudan Selatan masih berstatus sebagai observer dan dalam proses aksesi untuk menjadi anggota WTO sejak 2017.
Oleh sebab itu, kebijakan Sudan Selatan tersebut belum dapat diangkat atau diklarifikasi dalam komite apapun di WTO. Selain itu, Indonesia juga belum memiliki kerja sama bilateral perdagangan dengan Sudan Selatan.
Isy pun mengajak para pelaku usaha Indonesia untuk dapat menyesuaikan kebijakan Pemerintah Sudan Selatan tersebut dalam proses ekspor Indonesia, sehingga tidak timbul kendala pascapengiriman.
Pemerintah Indonesia juga siap berdialog dengan Pemerintah Sudan Selatan apabila ketentuan ini
menjadi potensi hambatan perdagangan bagi kedua negara di masa depan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag RI Isy Karim berharap para pelaku usaha dan eksportir Indonesia dapat mengetahui dan menyesuaikan diri dengan berbagai persyaratan yang timbul dari ketentuan baru tersebut.
"Kami berharap para pelaku usaha dapat mengetahui dan menyesuaikan diri dengan sejumlah ketentuan baru yang diterapkan Republik Sudan Selatan," ujar Isy melalui keterangan, di Jakarta, Rabu.
Kebijakan perizinan akreditasi yang diterapkan Pemerintah Sudan Selatan direncanakan untuk mulai berlaku pada 30 September 2024.
Perizinan akreditasi ini bertujuan untuk mencegah impor barang palsu dan memastikan kualitas produk yang diimpor. Dokumen perizinan akreditasi dapat diperoleh melalui portal e-government Sudan Selatan.
Menurut Isy, kebijakan Pemerintah Sudan Selatan ini memiliki dua fase. Fase pertama mengharuskan semua produk yang akan diekspor ke Sudan Selatan untuk memiliki sertifikat perizinan akreditasi.
Kemudian, fase kedua melibatkan penggunaan Application Programming Interface (API) untuk melaporkan informasi produk yang akan diekspor ke Sudan Selatan.
Pemerintah Sudan Selatan akan memvalidasi nomor sertifikat perizinan akreditasi sebelum barang dapat diekspor ke Sudan Selatan.
Dalam konteks perdagangan internasional, saat ini Sudan Selatan masih berstatus sebagai observer dan dalam proses aksesi untuk menjadi anggota WTO sejak 2017.
Oleh sebab itu, kebijakan Sudan Selatan tersebut belum dapat diangkat atau diklarifikasi dalam komite apapun di WTO. Selain itu, Indonesia juga belum memiliki kerja sama bilateral perdagangan dengan Sudan Selatan.
Isy pun mengajak para pelaku usaha Indonesia untuk dapat menyesuaikan kebijakan Pemerintah Sudan Selatan tersebut dalam proses ekspor Indonesia, sehingga tidak timbul kendala pascapengiriman.
Pemerintah Indonesia juga siap berdialog dengan Pemerintah Sudan Selatan apabila ketentuan ini
menjadi potensi hambatan perdagangan bagi kedua negara di masa depan.