Jakarta (ANTARA) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) berharap Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming bisa menyelesaikan konflik agraria yang terus meningkat dalam satu dekade terakhir.
Sekretaris Jendral KPA Dewi Kartika mengatakan Prabowo-Gibran tidak punya waktu lama untuk bersantai karena ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dilakukan.
“Ketika menjabat sebagai Presiden, Joko Widodo menjanjikan agenda reforma agraria 9 juta hektare untuk menyelesaikan konflik agraria dan mengurai ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia. Namun, dalam periode pemerintahannya, konflik agraria dan ketimpangan penguasaan tanah justru semakin melonjak,” ungkap Dewi dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Dewi menambahkan KPA menilai visi-misi Prabowo mempunyai nilai plus karena agenda reformasi agraria ditempatkan di bawah program swasembada pangan.
Artinya, Prabowo menyadari bahwa agenda RA tidak bisa dilepaskan dari agenda pertanian dan pangan.
Karena itu, Konsorsium Pembaruan Agraria mendesak kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk melaksanakan 10 langkah perombakan fundamental dan struktural agar bisa mempercepat terlaksananya reforma agraria:
Pertama, menjalankan reforma agraria sejati sesuai dengan UUD 1945 dan UUPA 1960 dan menempatkannya sebagai basis pembangunan nasional dengan melakukan redistribusi tanah kepada petani gurem, buruh tani dan perempuan petani, serta menyelesaikan seluruh konflik agraria struktural sebagai proses pemulihan hak-hak korban perampasan tanah dan penggusuran.
Kedua, sebagai pelaksana Reforma Agraria, Presiden harus membentuk Dewan Pertimbangan Reforma Agraria Nasional yang dipimpin langsung oleh Presiden, dengan pelibatan Organisasi Rakyat.
Ketiga, mencabut regulasi anti petani dan rakyat, yakni UU Cipta Kerja dan produk hukum turunannya yang terkait dengan Bank Tanah, Food Estate, PSN, IKN, KEK, KSPN, HPL, forest amnesty, KHDPK.
Keempat, melakukan koreksi menyeluruh atas klaim-klaim sepihak negara atas nama kawasan hutan atau hutan (milik) negara, melalui penataan batas ulang kehutanan untuk mengeluarkan puluhan ribu desa, kampung, wilayah adat, kebun masyarakat, sawah, wilayah tambak masyarakat dan lumbung-lumbung pangan nasional milik rakyat.
Kelima, menteri-menteri kabinet Prabowo-Gibran yang berkaitan dengan bidang agraria seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa, Kementerian Kehutanan, Kementerian BUMN, Kementerian KKP, dan Kementerian Koperasi harus mempunyai visi yang selaras dengan pelaksanaan reforma agraria.
Keenam, mengusut tuntas penyalahgunaan wewenang, korupsi agraria dan mafia tanah serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perumusan regulasi yang koruptif dan manipulatif yang berorientasi pada kepentingan bisnis.
Ketujuh, membubarkan dan menghentikan PSN dan Badan Bank Tanah yang telah merampas tanah-tanah petani.
Kedelapan, membebaskan petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, kaum miskin perkotaan dan aktivis agraria yang dipenjara serta dikriminalisasi karena memperjuangkan hak atas tanah.
Kesembilan, melindungi wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan wilayah tangkap nelayan dari ancaman investasi yang merampas dan merusak lingkungan, demi keberlangsungan hidup kaum nelayan sebagai penghasil pangan khususnya ikan bagi segenap rakyat.
Kesepuluh, menghentikan food estate dan mengedepankan pembangunan pedesaan berbasiskan, pertanian pangan alami dan ekologis, peternakan dan perikanan yang berpusat pada kepentingan rakyat dalam kerangka reforma agraria.
Periode 2015-2023, KPA mencatat telah terjadi 2.939 letusan konflik agraria di atas tanah seluas 6,3 juta hektar dengan korban mencapai 1,7 juta rumah tangga petani.