Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan kesehatan sektor jasa keuangan harus dijaga guna menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga dapat terus berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
OJK menilai stabilitas sistem jasa keuangan Indonesia terus terjaga dengan permodalan tinggi dan likuiditas memadai.
“Yang paling penting adalah lembaga keuangan sendiri harus bisa mengelola dirinya supaya terus sehat karena kalau sehat biasanya tidak ada krisis likuiditas,” kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara di Jakarta, Senin.
Dalam Webinar OJK Mengajar dengan tema Peran Mahasiswa dalam Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan: Membangun Kesadaran Finansial itu, Mirza menuturkan stabilitas sistem keuangan harus terjaga untuk mencegah krisis sektor keuangan Indonesia. Penanganan krisis akan membutuhkan biaya yang sangat besar dan memakan waktu yang lama untuk pemulihan.
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, kesehatan lembaga jasa keuangan seperti perbankan menjadi faktor penting dan harus benar-benar dijaga sehingga tidak ada krisis likuiditas.
“Hampir tidak ada bank sehat mengalami krisis likuiditas. Yang mengalami krisis likuiditas adalah bank yang tidak sehat,” ujarnya.
Untuk itu, lembaga jasa keuangan harus paham risiko, memberikan kredit dan berinvestasi secara hati-hati. Lembaga jasa keuangan juga harus memiliki manajemen pengelolaan dan manajemen risiko yang baik.
Pada Agustus 2024 likuiditas industri perbankan dinilai tetap memadai meskipun termoderasi, dengan rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,92 persen dan 25,37 persen, dan masih di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, pertumbuhan kredit Agustus 2024 diikuti dengan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) di angka 2,26 persen, turun tipis jika dibandingkan NPL Juli yang tercatat 2,27 persen.