Moskow (ANTARA) - Isi rancangan kesepakatan tentang pembebasan sandera di Jalur Gaza tidak jelas sehingga diragukan bisa mengarah pada gencatan senjata permanen antara Israel dan gerakan Palestina Hamas, lapor Washington Post yang mengutip sejumlah diplomat.
Bahkan kalaupun kesepakatan tercapai, kata surat kabar tersebut, banyak pihak ragu bahwa perjanjian itu bisa membantu penghentian di Gaza gara-gara pemilihan kata yang tidak jelas. Menurut Washington Post, rancangan kesepakatan itu menetapkan bahwa Israel dan Hamas akan memulai negosiasi gencatan senjata permanen-- dalam enam pekan pertama masa gencatan senjata -- setelah Hamas membebaskan sebagian besar sandera.
Namun, sumber-sumber mengatakan bahwa jika Israel menganggap embicaraan tersebut gagal, Tel Aviv akan melanjutkan operasi militer di Jalur Gaza.
Sebelumnya, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Netanyahu terus berupaya mendorong kesepakatan Gaza yang akan memaksimalkan jumlah sandera yang dibebaskan.
Netanyahu juga disebutkan menegaskan bahwa militer Israel (IDF) tetap berada di koridor di perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.
Pernyataan bersama Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir menyebutkan bahwa para mediator telah mengajukan proposal gencatan senjata kepada Israel dan gerakan Palestina Hamas yang mempersempit perbedaan di antara kedua belah pihak.
Menurut pernyataan yang dirilis kantor Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi itu, pembicaraan diadakan pada Kamis dan Jumat (15-16 Agustus) di ibu kota Qatar, Doha, serta berlangsung secara serius, konstruktif, dan dalam suasana yang positif.
Pernyataan itu menyebutkan bahwa pejabat tinggi Mesir, AS, dan Qatar akan bertemu di Kairo, Mesir, sebelum akhir minggu depan dengan harapan mencapai kesepakatan sesuai dengan yang diusulkan pada Jumat.
Sumber: Sputnik