Kendari (ANTARA) - Dalam rangka memperingati Hari Bakti Rimbawan ke-41 tahun 2024, Dewan Pengurus Pusat Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University (DPP HAE IPB) menggelar Webinar Nasional bertajuk Tata Kelola Kehutanan Menuju Indonesia Emas 2045.
"Pada webinar nasional ini, peserta berdiskusi aktif dalam tiga ruang lingkup, yaitu kepastian kawasan, kepastian usaha dan kepastian hukum dalam sebuah bingkai besar tata kelola kehutanan pasca terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) menuju Indonesia Emas 2045," kata Ahmad Munawir, ketua Panitia dalam rilis yang diterima, di Kendari, Sabtu.
Munawir menambahkan, para fasilitator dan co-fasilitator webinar ini merupakan para praktisi kebijakan kehutanan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Adapun peserta webinar ini merupakan para rimbawan Indonesia yang berlatar belakang birokrat, pengusaha, akademisi, mahasiswa dan masyarakat pemerhati kehutanan, serta jurnalis-jurnalis lingkungan yang peserta sekira 500 orang.
Ketua Umum DPP HAE IPB, Bambang Hendroyo dalam pengantarnya memaparkan arah pembangunan kehutanan dan lingkungan hidup Indonesia ke depan harus terintegrasi landscape-seascape, yang menjamin proses, fungsi dan produktivitas lingkungan hidup yaitu kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat, begitu juga udara/atmosfer, lahan, air, laut dan keanekaragaman hayati, juga menjamin keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan masyarakat.
"Wilayah ekoregion daratan/terrestrial (landscape) dan wilayah ekoregion laut (seascape) merupakan sistem ekologi yang memiliki interkoneksi satu sama lain. Oleh karena itu pembangunan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup harus dapat mendayagunakan berbagai instrumen lingkungan hidup dan kehutanan dalam mengendalikan berbagai kebijakan, rencana, program dan kegiatan pembangunan secara terintegrasi untuk mewujudkan keberlanjutan landscape and seascape," jelas Bambang.
Bambang juga menyampaikan setidaknya ada tiga fungsi utama yang harus dipenuhi dalam pengelolaan kawasan hutan, dan fungsi itu mencakup fungsi lingkungan, fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam upaya pengelolaan hutan secara berkelanjutan, telah dilakukan transformasi kebijakan pengelolaan hutan dari Timber Management menjadi Forest Landscape Management atau Pengelolaan Hutan Berbasis Bentang Lahan.
"Dengan adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan, memberi banyak ruang untuk mensinergikan tiga fungsi utama hutan tersebut. Dengan demikian, diharapkan nilai optimal kawasan hutan dan sumber daya hutan dapat tercapai dengan tetap mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam satu kesatuan bentang lahan," tegas Bambang.
Bambang yang bertugas sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini menegaskan kembali bahwa pengembangan dan penerapan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCVK) berikut aturan turunannya yang dikuatkan dengan kepemimpinan transglobal merupakan inovasi dan terobosan kebijakan untuk meningkatkan daya saing investasi Indonesia dengan tetap memperkuat integrated landscape-seascape management untuk mewujudkan keberlanjutan.
Ia juga menekankan betapa krusialnya strategi implementasi yang dilakukan oleh institusi yang diberikan kewenangan melaksanakan.
Menurutnya, salah satu pendekatan yang bisa dipertimbangkan adalah pengelolaan hutan berbasis tapak (Resort Based Management/RBM) oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai vektor pembangunan kehutanan di tingkat tapak.
Webinar ini diselenggarakan oleh DPP HAE IPB sebagai medium menghimpun harapan dan pandangan akan pengelolaan hutan berkelanjutan yang selanjutnya akan “dijahit” dalam sebuah prakarsa pemikiran alumni sebagai referensi bagi para pengambil kebijakan dalam menyusun strategi pembangunan kehutanan untuk keadilan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan menuju Indonesia Emas 2045.