Jakarta (ANTARA) - Survei Economics & Political Insight (EPI) Center menunjukkan sebanyak 80,3 persen publik merasa puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan 9,3 persen di antaranya bahkan menyatakan sangat puas terhadap kinerja Jokowi.
Hanya 16,4 persen yang merasa tidak puas dan 1,3 persen di antaranya menyatakan tidak puas sama sekali. Sisanya sebanyak 3,3 persen menyatakan tidak tahu/tidak jawab.
"Tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi yang mencapai 80,3 persen membuat pasangan capres-cawapres yang pro-keberlanjutan menuai efek elektoral," kata peneliti EPI Center Mursalin dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi memberikan efek elektoral bagi pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang bakal berlaga pada pemilihan presiden 2024 mendatang.
Pasangan capres-cawapres yang dinilai paling memiliki komitmen untuk melanjutkan program-program Jokowi mendapat insentif elektoral, dengan kemungkinan besar dipilih oleh mayoritas publik, selaras dengan kepuasan yang sangat tinggi.
Menurut Mursalin, korelasi antara tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi dengan peta kontestasi Pilpres 2024 terlihat dari elektabilitas ketiga pasangan capres-cawapres yang tengah berlaga.
“Meskipun tidak bisa dilihat secara hitam-putih, tetapi tampak jelas narasi keberlanjutan berhadapan dengan narasi perubahan mewarnai adu gagasan dari masing-masing kontestan Pilpres,” ujarnya.
Dilihat dari rekam jejaknya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo berasal dari kubu yang paling kuat menggaungkan keberlanjutan program-program Jokowi. Sebaliknya, Anies Baswedan menjadi figur sentral oposisi yang terus menyuarakan perlunya perubahan.
Perpecahan mendalam yang terjadi antara Jokowi dengan kalangan elite PDIP membuat dukungan sang presiden bertumpu kepada Prabowo sepenuhnya.
Prabowo maju berpasangan dengan putera sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang mengikuti jejak ayahnya menjabat wali kota Solo.
"Tampilnya Gibran pada arena Pilpres semakin memperkuat dukungan Jokowi kepada Prabowo,” kata Mursalin.
Pasangan Prabowo-Gibran didukung oleh hampir semua partai pendukung pemerintah, kecuali Demokrat yang berpindah koalisi. Sebelumnya Demokrat berniat mengusung pencapresan Anies, tetapi kecewa setelah tergusur dalam perebutan posisi cawapres.
Sementara itu PDIP memilih Mahfud Md sebagai pasangan cawapres Ganjar, yang saat ini aktif menjabat Menko Polhukam pada kabinet Jokowi. Selain PDIP, pasangan Ganjar-Mahfud didukung oleh PPP yang memiliki wakil di Senayan, sisanya partai-partai non-parlemen.
Peta yang paling rumit terjadi pada kubu Anies, di mana akhirnya Koalisi Perubahan justru memilih Muhaimin Iskandar sebagai cawapres. Cak Imin membawa gerbong PKB yang menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi.
Anies juga sejak awal didukung oleh Nasdem, partai yang juga anggota pemerintahan. Sejak Nasdem melontarkan isu pencapresan Anies, pertentangan terus mencuat di antara partai-partai pendukung pemerintah, disertai desakan agar menteri-menterinya mundur.
Setelah Demokrat hengkang dari Koalisi Perubahan, tersisa PKS satu-satunya partai oposisi yang menjadi pendukung Anies-Cak Imin.
“Pada akhirnya semua kubu diisi oleh aktor-aktor politik dari pemerintah, menjadikan oposisi sebagai kekuatan minoritas,” kata Mursalin.
Pasangan Prabowo-Gibran juga terlihat paling solid dalam membela keberlanjutan program-program Jokowi, yang terlihat dalam debat capres perdana dengan Prabowo membela kebijakan Jokowi.
Hasilnya, Prabowo-Gibran menuai elektabilitas paling tinggi hingga berpeluang kuat memenangkan Pilpres dalam satu putaran. Ganjar-Mahfud harus memperebutkan sisa pemilih yang mendukung keberlanjutan, tetapi berbeda pilihan soal capres-cawapres.
Ganjar-Mahfud yang menempatkan diri sebagai kritisi terhadap pemerintah harus bersaing dengan Anies-Cak Imin yang memang memposisikan diri sebagai kubu perubahan.
“Elektabilitas keduanya terpaut tipis, tetap berjarak sangat jauh dari Prabowo-Gibran,” kata Mursalin.
Survei Economics & Political Insight (EPI) Center dilakukan pada 9-15 Januari 2024, secara tatap muka kepada 1200 responden mewakili 38 provinsi. Metode survei adalah multistage random sampling, dengan margin of error sekitar 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.