Kendari (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), melalui Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga akan menerapkan Kurikulum Merdeka Belajar yaitu Muatan Lokal bahasa daerah Tolaki pada jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kota Kendari, Saemina, di Kendari, Kamis, mengatakan kurikulum tersebut telah dikembangkan oleh para akademisi, pengawas bersama Kepala Sekolah SD dan SMP di Kota Kendari.
"Kurikulum ini tersusun dengan baik, dengan harapan bisa segera kita realisasikan dalam satuan pendidikan," ujar Saemina saat sosialisasi Kurikulum Merdeka Belajar Muatan Lokal.
Ia juga mengungkapkan Kurikulum Muatan Lokal menjadi penting karena berisi kearifan lokal daerah Kota Kendari. Muatan Lokal diterapkan dengan tujuan memperkenalkan kepada setiap siswa lingkungan daerahnya dan ikut melestarikan budaya daerah.
Penjabat Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu mengatakan pembelajaran Muatan Lokal ini merupakan bagian dari upaya untuk melestarikan budaya nasional.
"Dengan melestarikan budaya lokal, maka secara otomatis akan memperkokoh fundamental budaya nasional, karena budaya lokal merupakan pilar budaya nasional itu sendiri," ungkap Asmawa Tosepu.
Selain itu, kata wali kota, budaya lokal perlu dipahami oleh anak-anak, khususnya pada jenjang SD dan SMP yang bakal menghadapi era globalisasi. Untuk itu ia mengapresiasi langkah Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga, bersama tim pengembang Muatan Lokal atas upaya tersebut.
Pelestarian budaya Tolaki
Pemerintah Kota Kendari di Provinsi Sulawesi Tenggara berupaya melestarikan budaya suku Tolaki karena minat generasi muda dalam mempelajari dan mempraktikkan budaya daerah tersebut cenderung menurun.
"Untuk itu, saya memerintahkan Dinas Pariwisata dan Dinas Pendidikan untuk kembali memperkenalkan budaya ini kepada generasi muda agar bisa dilestarikan," kata Penjabat Wali Kota Kendari Asmawa Tosepu di Kendari, Rabu, saat menutup lokakarya mengenai pendalaman Kalosara dan prosesi pernikahan adat masyarakat Tolaki.
Dia menyampaikan bahwa kegiatan semacam lokakarya dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat serta pelaku seni dan budaya mengenai adat dan budaya masyarakat Tolaki.
"Bagaimana tata cara membawakan adat itu maka itu harus diikuti sehingga memang harus dipelajari, karena segala sesuatu itu kalau kita mau belajar pasti bisa Insya Allah. Saya pun sebenarnya ya mau tidak mau, bukan terpaksa, tapi karena jabatan yang harus belajar bagaimana cara menerima adat itu," katanya.
Asmawa mengatakan bahwa para camat dan lurah minimal harus mengetahui tata cara penerimaan adat.
Dia mengemukakan bahwa sesuai amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah kota harus melakukan upaya-upaya untuk membangun dan melestarikan budaya daerah.
"Pendalaman atau pengalaman Kalosara dan prosesi adat pernikahan pada suku Tolaki ini sangat penting kaitannya dengan pembangunan daerah melalui kebudayaan, karena perubahan pola hidup masyarakat yang lebih modern pada hari ini akan memiliki kecenderungan memilih kebudayaan baru yang dinilai lebih praktis," katanya.