Beijing (ANTARA) - Juli hingga Agustus merupakan waktu terbaik untuk berwisata ke China karena musim panas yang bertepatan dengan musim libur akhir semester bagi kaum pelajar.
Industri pariwisata bergeliat pada musim panas selain juga musim dingin yang berbarengan dengan libur Tahun Baru Imlek.
Tapi pada liburan musim panas tahun ini suhu udara di berbagai wilayah di China sangat tinggi, bahkan menyentuh angka 40 derajat Celcius, sampai-sampai otoritas setempat beberapa kali memperbarui peringatan dini akan datangnya gelombang panas.
Walau begitu, beberapa objek wisata dan liburan luar ruang (outdoor) tetap saja ramai seakan mengabaikan peringatan tersebut.
Demikian pula dengan Istana Kota Terlarang yang berada persis di seberang Lapangan Tiananmen, tonggak nol kilometer Kota Beijing yang juga tercatat dalam sejarah atas terjadinya tragedi berdarah pada 4 Juni 1989.
Pada Senin, semua objek wisata di China tanpa terkecuali Istana Kota Terlarang di Beijing, ditutup untuk umum.
Sesuai dengan peraturan permuseuman yang berlaku secara global, hari Senin menjadi waktu yang tepat bagi pengelola untuk melakukan berbagai pembenahan, perbaikan, dan perawatan.
Apalagi untuk Istana Kota Terlarang yang luasnya mencapai 72 hektare itu, tentu pemeliharaan dan perawatannya tidak sesederhana museum-museum pada umumnya. Kalau Senin tutup, maka Selasa akan menjadi puncak kunjungan wisatawan selain hari Minggu.
Para pengunjung Istana Kota Terlarang tidak hanya dapat melihat-lihat bangunan kuno yang didirikan pada tahun 1406 hingga 1420 sejak era Dinasti Ming hingga Dinasti Qing.
Ada juga beberapa koleksi kuno, meskipun sangat terbatas karena sebagian besar telah diboyong oleh Chiang Kai Shek ke Taiwan setelah rezim Republik China tumbang dan berganti menjadi Republik Rakyat China di bawah pimpinan Mao Zedong.
Saat situasi perang saudara yang melibatkan tentara komunis pimpinan Mao Zedong melawan tentara nasional (Kuomintang) pimpinan Chiang Kai Shek memburuk pada 1948, pihak Museum Istana Nasional Beijing yang menempati Kota Terlarang membuat keputusan memindahkan sebagian besar koleksinya ke Taiwan.
Hang Li Wu selaku direktur museum mengawasi pengangkutan benda-benda bernilai sejarah, seperti patung, peralatan rumah tangga, perhiasan, pakaian, piranti perang dan lain sebagainya itu dari pelabuhan Nanjing di pesisir timur daratan luas Tiongkok menuju pelabuhan Keelung di pesisir utara Pulau Tawan selama Desember 1948 hingga Februari 1949.
Pada saat komunis berhasil memukul mundur nasionalis hingga Chiang Kai Shek dan para pengikutnya menyeberang ke Taiwan, koleksi museum Istana Kota Terlarang sudah terkuras.
Saking banyaknya koleksi tersebut, pengunjung Museum Nasional Taiwan yang berada di pinggiran Kota Taipei tidak akan bisa mendapati lagi koleksi yang sama pada kunjungan beberapa bulan atau beberapa tahun berikutnya karena pihak pengelola memajang koleksi-koleksi tersebut secara bergantian dan berkala.
Ketika ANTARA mengunjungi Museum Nasional Taiwan pada 2014, maka koleksi benda bersejarah pada saat itu tidak akan dijumpai lagi pada kunjungan tahun-tahun berikutnya.
Kembali ke Istana Kota Terlarang Beijing. Para pengunjung masih bisa mendapatkan momentum yang tidak kalah menariknya, yakni pengibaran bendera nasional China di Lapangan Tiananmen setiap sore oleh sepasukan pengibar bendera dari personel Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA).
Satu lagi, wisatawan juga masih bisa bertandang menuju bangunan mausoleum di ujung selatan Lapangan Tiananmen. Di dalam bangunan megah itulah jasad Mao Zedong yang telah diawetkan dalam kaca kristal dibaringkan.
Setelah lelah berkeliling di Istana Museum Kota Terlarang dan menyusuri Lapangan Tiananmen, para pengunjung masih berkesempatan memanjakan lidah di pusat jajanan tradisional khas Beijing kuno di Qianmen yang tinggal menyeberang jalan raya dari mausoleum.
Kenapa Terlarang?
Banyak yang bertanya-tanya mengapa kompleks bangunan kuno di sebelah utara Lapangan Tiananmen di titik nol kilometer Beijing itu diberi nama Kota Terlarang? Padahal nama resmi Mandarin dan masyarakat China sendiri menyebutnya dengan Gugong Bowuyuan atau Museum Nasional.
Baik di Beijing maupun di Taipei, namanya sama Gugong Bowuyuan sesuai dengan penjenamaan semula pada tahun 1925 ketika pertama kali dilakukan pemugaran Istana Kota Terlarang dan inventarisasi benda-benda bersejarah di dalamnya oleh rezim Republik China.
Beberapa literatur sejarah menyebut "Forbidden City" atau "Kota Terlarang" karena kawasan itu dulunya pada masa kekaisaran Dinasti Ming dan Dinasti Qing sangat terlarang bagi masyarakat umum.
Hanya permaisuri, para selir, keluarga, dan punggawa-punggawa kerajaan saja yang boleh memasuki areal itu. Konon saking banyaknya selir, raja atau kaisar tidak mengenai mereka satu per satu.
Namun sejak kaum revolusioner pimpinan Dr Sun Yat Sen berhasil meruntuhkan sistem feodalisme yang terakhir kali dipegang oleh Kaisar Puyi maka Istana Kota Terlarang tidak lagi terlarang. Sejak 1912 atau sejak pertama kali terbentuknya pemerintahan Republik China, rakyat biasa sudah diperbolehkan memasuki kompleks Istana Kota Terlarang.
Istana Kota Terlarang yang terdiri atas 980 unit bangunan dan terbagi dalam 8.886 ruang dan kamar telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak 1987. Sejak saat itu pula Istana Kota Terlarang menjadi salah satu objek wisata yang mampu menarik minat pelancong mancanegara.
Istana Kota Terlarang bersama dengan Tembok Besar yang sama-sama berlokasi di Beijing namun beda distrik itu, menjadi ikon terbesar pariwisata China yang turut memberikan andil signifikan terhadap pendapatan negara dari sektor pariwisata.
Sejak 2012, Istana Kota Terlarang dikunjungi 14 juta wisatawan setiap tahun. Bahkan pada 2019 jumlah kunjungan telah mencapai angka 19 juta.
Pada 2018, Istana Kota Terlarang berhasil meraup pendapatan hingga mencapai 70 miliar dolar AS (kalau dikonversikan rupiah untuk kurs saat ini bisa mencapai Rp1,04 triliun) sehingga pada saat itu menjadikannya sebagai istana paling bernilai di dunia sekaligus properti paling berharga di dunia.
Namun era kunjungan yang fantastis dan pendapatan yang sangat melimpah itu kini sudah lewat. Pembatasan jumlah pengunjung sebagai dampak dari pemberlakuan kebijakan protokol kesehatan antipandemi COVID-19 yang kelewat ketat berpengaruh signifkan terhadap pundi-pundi Istana Kota Terlarang.
Jumlah pengunjung Istana Kota Terlarang dibatasi hanya 5.000 orang per hari. Bandingkan dengan sebelum pandemi yang bisa mencapai 80.000 pengunjung per hari.
Para pengunjung harus membuat janji atau mengisi formulir kunjungan terlebih dulu melalui aplikasi yang telah disediakan oleh pihak pengelola dengan mengunggah data diri, sertifikat vaksin penguat COVID-19, dan hasil tes negatif PCR yang berlaku dalam tempo 72 jam.
Hanya pengunjung yang telah mendapatkan persetujuan dari pengelola yang bisa memasuki kompleks istana kerajaan di pusat Kota Beijing itu. Itu pun, durasi eksplorasi di dalam lokasi pun sangat dibatasi, tidak boleh lebih dari dua jam.
Jadi, bagi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan di atas pasti akan dilarang memasuki areal Istana Kota Terlarang, termasuk pula di halaman luarnya, baik yang menghadap ke Lapangan Tiananmen maupun ke bukit Jingshan.
Setidaknya ada tiga lapis penjagaan aparat keamanan yang harus dilewati sebelum memasuki pintu gerbang Istana Kota Terlarang. Lapis terluar yang dijaga petugas keamanan berseragam hitam-hitam akan mengecek kartu kesehatan yang mencantumkan identitas diri, kartu vaksin, hasil tes PCR, dan riwayat perjalanan.
Di lapis kedua, petugas keamanan berseragam putih-hitam tua akan melihat hasil pemindaian persetujuan kunjungan dari pengelola Istana Kota Terlarang.
Kemudian lapis ketiga yang dijaga oleh aparat kepolisian berseragam biru laut-biru tua akan memotret wajah pengunjung melalui kamera pemindai, kartu identitas kependudukan atau dokumen perjalanan, dan pengecekan barang bawaan pengunjung menggunakan detektor metal.
"Di kawasan ini juga dilarang untuk kegiatan peliputan atau pemotretan media kecuali dengan mengajukan izin terlebih dulu kepada kami," kata perwira polisi yang bertanggung jawab atas keamanan Istana Kota Terlarang.
Adalah polisi bermarga Yin yang memfasilitasi ANTARA memasuki areal Istana Kota Terlarang untuk memotret bendera Merah-Putih pada saat kunjungan singkat Presiden Indonesia Joko Widodo ke Beijing pada 26 Juli 2022 untuk bertemu dengan Presiden China Xi Jinping.
"Kami merasa sangat terhormat bisa membantu pekerjaan Anda dalam memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dengan China," ujarnya sembari memohon maaf atas perlakuan petugas lapis kedua yang sempat melarang ANTARA memasuki kawasan Istana Kota Terlarang untuk tujuan pemotretan bendera Merah-Putih.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kota Terlarang Beijing yang (masih) "terlarang"