Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI mengatakan banyak Warga Negara Indonesia (WNI) perempuan kehilangan status kewarganegaraannya akibat perkawinan campuran.
"Rata-rata ini terjadi pada WNI perempuan yang menikah dengan warga negara asing, misalnya, Korea, Amerika Serikat dan Taiwan kemudian diceraikan," kata Direktur Jenderal AHU Kemenkumham Cahyo R. Muzhar pada simposium nasional hukum tata negara secara virtual yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Sebagai contoh, kasus terakhir WNI perempuan yang terjadi di Taiwan. Setelah menikah dengan laki-laki Taiwan dan mengantongi kewarganegaraan Taiwan, pernikahannya dianggap tidak sah kemudian bercerai.
Pemerintah Taiwan mencabut kewarganegaraan perempuan tersebut. Di sisi lain, eks WNI itu juga kehilangan status WNI karena adanya tindakan administratif oleh negara.
Masalah timbul karena status kewarganegaraan Taiwan perempuan tersebut sebetulnya bukan atas keinginan sendiri, namun pemerintah Taiwan memberikan kewarganegaraan secara otomatis setelah menikah dengan laki-laki Taiwan.
Akan tetapi, hukum di Indonesia mengatakan ketika seseorang memiliki dokumen perjalanan asing atau memperoleh kewarganegaraan asing, maka kehilangan status WNI.
"Pertanyaannya apakah eks WNI ini harus melalui proses naturalisasi lima atau 10 tahun tidak berturut-turut ? Ini kan menjadi masalah," jelas Cahyo.
Dalam rangka memberikan perlindungan eks WNI, negara mengambil sikap memberikan kembali status WNI perempuan tersebut. Padahal, contoh kasus demikian tidak ada diatur, tetapi harus dibahas dan dimasukkan dalam perubahan Undang-Undang Kewarganegaraan.
Tidak hanya itu, ia juga membahas soal WNI yang ikut kelompok militer asing atau organisasi terlarang internasional. Persoalan itu juga harus dibahas secara jelas agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.
Mengacu pada Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia, tidak ada mengatur atau memberikan perlindungan dalam hal kehilangan kewarganegaraan (stateless). Akan tetapi, perlu digarisbawahi ada pertimbangan aspek kepentingan atau keamanan nasional.
Perdebatan akan muncul karena organisasi terlarang tersebut bukan lah suatu negara meskipun ada pandangan entitas itu adalah sebuah negara yang memberikan dokumen kewarganegaraan berdasarkan definisi Undang-Undang Kewarganegaraan, maka dianggap stateless atau tetap diakui sebagai WNI. "Ini dari aspek keamanan," ujarnya.