Jakarta (ANTARA) - PT PLN (Persero) telah memakai campuran bahan bakar biomassa melalui implementasi teknologi co-firing di 28 unit pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU dengan angka pengurangan emisi sebanyak 96 ribu ton pada Januari-Februari 2022.
Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN Wiluyo Kusdwiharto mengatakan pihaknya akan menerapkan teknologi co-firing terhadap 52 PLTU.
"Penggunaan teknologi co-firing di PLTU merupakan salah satu upaya kami dalam mengurangi emisi di sektor kelistrikan, di samping menambah pembangkit baru yang berasal dari energi baru terbarukan," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Wiluyo menjelaskan pembangkit-pembangkit tersebut memanfaatkan limbah serbuk kayu hingga sampah sebagai pengganti batu bara untuk bahan bakar. Hingga Februari 2022, kebutuhan biomassa untuk bahan bakar PLTU mencapai 89.111 ton.
PLTU Suralaya di Cilegon, Banten dan PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur yang menjadi tulang punggung kelistrikan Jawa dan Bali kini telah menerapkan teknologi co-firing.
Menurut Wiluyo, teknologi co-firing yang dilakukan oleh PLN tak hanya sekedar mengurangi emisi tetapi juga memberdayakan masyarakat karena program itu bisa mengajak masyarakat ikut terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa.
Bahkan, masyarakat bisa mengelola sampah rumah tangga untuk dijadikan pelet sebagai bahan baku PLTU.
"Teknologi ini bukan hanya sekedar pengurangan emisi, tetapi ada unsur ekonomi sirkular yang mengolah limbah menjadi sesuatu yang lebih bernilai dan meningkatkan efisiensi," jelasnya.
Lebih lanjut Wiluyo menyampaikan bahwa pemanfaatan biomassa juga sebagai langkah jangka pendek yang dilakukan PLN dalam mengurangi emisi karbon, karena program co-firing tidak memerlukan investasi untuk pembangunan pembangkit baru dan hanya mengoptimalkan biaya operasional untuk pembelian biomassa.
"Program ini ditargetkan rata-rata menggunakan 10-20 persen dari kapasitas PLTU kami untuk co-firing atau ekuivalen sekitar 2.700 megawatt," terangnya.
Saat ini, PLN juga melakukan kerja sama dengan Perhutani dan PT Perkebunan Nusantara guna memastikan pasokan biomassa secara jangka panjang.
Hingga 2025, PLN membutuhkan sekitar 10,2 juta ton biomassa untuk menjadi substitusi 10 persen kebutuhan batu bara di PLTU.
Melalui kerja sama dengan sesama BUMN ini, Perhutani akan memasok kebutuhan biomassa dengan proyek percontohan 11.500 ton per tahun untuk PLTU Pelabuhan Ratu di Jawa Barat.
Sedangkan untuk PLTU Rembang, Perhutani akan memasok 14.300 ton per tahun serbuk kayu kaliandra dan gamal. Melalui skema bisnis yang sama, Perhutani akan membangun pabrik pengolahan di wilayah Rembang.
Sedangkan Perkebunan Nusantara mengestimasikan dapat menyuplai 500 ribu ton tandan kosong segar kepada PLN dan angka tersebut dapat berkembang hingga 750 ribu ton per tahun pada 2024 sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan Perkebunan Nusantara.