Jakarta (ANTARA) - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus mengupayakan ekspansi kinerja bisnis luar negeri melalui perluasan nasabah dan optimalisasi kinerja layanan global banking pada awal 2022 seiring semakin kuatnya pemulihan ekonomi global.
Direktur Treasury dan International BNI Henry Panjaitan menuturkan kinerja perdagangan luar negeri pada awal tahun ini masih tumbuh positif, terlihat dari peningkatan permintaan komoditas serta produk Indonesia dan impor dari luar negeri, sehingga mendorong kinerja global banking BNI.
"Kami berharap torehan kinerja yang positif pada tahun lalu dapat tetap berlanjut tahun ini. Lagi pula, tren perdagangan luar negeri di awal tahun ini masih sangat positif," ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Volume perdagangan ekspor BNI pada 2021 tumbuh 76,73 persen, sedangkan volume perdagangan impor BNI di 120,41 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan volume perdagangan nasional yang mencapai 41,88 persen untuk ekspor dan 38,59 persen untuk impor.
Menurut dia, hal tersebut turut mendorong kenaikan pendapatan berbasis fee (fee based income/FBI) perdagangan di 2021 tumbuh 7,46 persen.
Maka dari itu, upaya ekspansi nasabah tahun ini dilakukan dengan menggandeng banyak platform digital yang mempertemukan pelaku industri kreatif UMKM di Indonesia dan pembeli dari luar negeri, sehingga harapannya akan lebih banyak lagi pelaku UMKM yang mendapat kesempatan untuk mengekspor produknya ke luar negeri.
"Tentunya, kami telah memiliki banyak rencana kerja sama strategis yang akan kami jalan sepanjang tahun ini. Tidak hanya untuk meningkatkan kinerja transaksi, tetapi kami juga mencari peluang untuk pembiayaan termasuk diaspora Indonesia di luar negeri," tuturnya,
Henry pun menegaskan pihaknya melihat dampak ekonomi dari konflik Rusia-Ukraina relatif minim terhadap perekonomian domestik, lantaran pada 2021 ekspor ke Rusia tercatat 1,49 miliar dolar AS atau hanya 0,65 persen dari total ekspor Indonesia.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke Ukraina juga tercatat hanya 416,9 juta dolar AS atau 0,18 persen dari total ekspor domestik.
Kendati begitu, BNI terus memperhatikan dampak konflik tersebut terhadap kenaikan harga minyak dunia, yang akhirnya akan berdampak pada kenaikan inflasi di Indonesia dan berpotensi mempercepat peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia.
Ia pun berharap kenaikan harga komoditas dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik lebih kuat dan diharapkan konflik akan segera berakhir, demi memberikan kepastian dalam berbisnis serta menjadikan iklim investasi semakin membaik, sehingga berdampak positif pada perekonomian.
"Hal ini tentunya akan berdampak baik bagi banyak sektor ekonomi di Indonesia yang saat ini tengah cukup baik melewati masa pemulihan ekonomi," jelasnya.