Jakarta (ANTARA) - Tokoh pendidikan yang juga Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) periode 1984-1992 Prof Conny R Semiawan meninggal dunia pada Kamis.
“Kami sangat berduka dan merasa kehilangan atas wafatnya Prof Conny Semiawan. Beliau adalah guru bangsa, pedagog senior Indonesia. Beliau meninggalkan banyak legacy bagi kami para guru dan kampus keguruan (LPTK) tentunya,” ujar Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, di Jakarta, Kamis.
Dia masih ingat bagaimana dalam berbagai pelatihan di tempatnya bekerja yakni di Labschool, yang mana beliau kebetulan juga menjadi konsultan di Labschool, Prof Conny sering mengingatkan bahwa guru hendaknya mampu mengembangkan "pembelajaran yang mengundang" bagi siswa, atau istilah asingnya an invitational learning environment.
Kehadiran guru di kelas harus mampu mengundang antusiasme siswa, mengundang optimisme siswa, siswa merasa bahagia, dan betah saat belajar.
“Apa yang tak pernah terlupakan bagi saya, teringat sekali beliau berkenan dengan rendah hati, memberikan kata pengantar di buku saya yang pertama berjudul: "Guru Menggugat", yang terbit sekitar 2013. Itu yang membuat saya merasa bangga dan terharu, bukan karena buku saya dibaca orang, melainkan karena Prof Conny berkenan memberikan kata pengantar atas buku sederhana tersebut, beliau membaca setiap halaman naskah buku tersebut, buku yang ditulis oleh seorang guru biasa, yang diberikan pengantar oleh seorang guru besar, pedagog senior Indonesia,” terang dia.
Bahkan sampai usia senja pun, Prof Conny aktif menjadi narasumber webinar. Bahkan beberapa bulan lalu, Prof Conny hadir dalam Forum Diskusi Pedagogik IKA UNJ.
“Semoga kami para guru terus mampu melaksanakan warisan pendidikan keguruan dari beliau,” harap dia.
Prof Conny R Semiawan lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 6 November 1930. Selain pernah menjabat sebagai Rektor UNJ, Prof Conny pernah menjabat Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Prof Conny pernah menjadi editor buku Adik Baru yang diterjemahkan oleh Swanie Gunawan dari buku Peter, Ida, und Minimum karangan Grethe Fagerstrom dan Gunilla Hansson yang menimbulkan kontroversi kemudian dilarang beredar oleh pemerintah.
Pada 2015, Prof Conny menerima penghargaan UNESCO yang diberikan kepada tokoh nasional yang berjasa di bidang pendidikan, kebudayaan, sains, dan komunikasi.