Makassar (ANTARA) - Sejumlah warga sekitar tempat tinggal pelaku bom bunuh diri Gereja Katedral Makassar memberikan kesaksian terkait keseharian L (pelaku bom bunuh diri) yang dinilai telah terdoktrin paham radikal sehingga melakukan perbuatan tersebut.
"Sudah menikah. Dia bersama istrinya baru tinggal di kos ini. Memang berubah dan sering tertutup setelah menikah," kata Aisyah warga sekitar, usai polisi mengeledah rumah kos L di jalan Tinumbu I Lr 132A, nomor 15, Kelurahan Bunga Ejaya, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Selain itu, kata dia, istrinya jarang bergaul dengan warga dan lebih tertutup. Untuk wajah istrinya tidak bisa dikenali karena tertutup cadar. Bahkan semenjak menikah, L juga jarang bergaul dan penampilannya berubah, begitupun pemahaman agamanya.
Sementara Ketua RT 001 RW 001 kelurahan setempat, Nuraeni, mengungkapkan keduanya menikah pada Agustus 2020, atau baru tujuh bulan. Dari informasi, keduanya dinikahkan di Villa Mutiara, (lokasi penangkapan terduga teroris pada Januari 2020).
"Kalau dari keluarganya dirahasiakan, katanya menikah tengah malam. Kalau nama istrinya selalu disebut-sebut Dewi. Selama sudah beristri, dia berubah, pakaiannya, penampilannya, semua berubah, dicukur rambutnya, sekarang sudah bagus. Karena sering saya perhatikan," ungkap Nuraeni.
Namun demikan, dari sikapnya tidak ada yang mencurigakan, sebab anaknya sopan dan pendiam. Sehingga orang sekitar kaget saat mengetahui perbuatannya. Bersangkutan merupakan warga asli Tinumbu dan sudah lama tinggal di wilayahnya.
Ketua RT 003 setempat, Ismail mengatakan, pelaku tinggal rumah kos tersebut baru tiga bulan, dan jarang bergaul dengan warga begitupun istrinya setelah menikah. Bersangkutan juga baru-baru menikah tapi terkesan tertutup. Istrinya memakai cadar jadi sulit di kenali wajahnya.
"Waktu baru pindah dia tidak melapor ke saya. Tidak ada juga tanda-tanda mencurigakan. Nama istrinya saya tidak tahu, wajahnya pun tidak kenal karena tertutup cadar. Istrinya tidak bergaul dengan warga," beber dia.
Saat ditanyakan apa saja yang dibawa tim Densus 88 Anti Teror, kata dia, tidak diketahui pasti karena sudah dibungkus kertas lalu dimasukkan dalam kantong plastik.
"Ada tadi dibawa barang-barang yang bersangkutan, saya tidak tahu persis tadi waktu digeledah karena kami di luar. Tapi waktu keluar polisi sudah bawa barang," tutur dia.
Sedangkan untuk pekerjaan pelaku, tambah Ismail, bekerja serabutan dan tidak jelas bekerja apa. Namun L adalah warga asli Tinumbu. Baru setahun usia pernikahan mereka.
Babinsa Kecamatan Bontoala, Baharuddin di sekitar lokasi kejadian saat ditanya wartawan, mengatakan memang pelaku sering cekcok dengan saudaranya, kemungkinan soal pemahaman agama, sehingga memilih pindah rumah dengan kos tidak jauh dari rumah ibunya.
"Dia (pelaku) pindah kos karena sering cekcok dengan saudaranya dan perilakunya sering membantah orang tuanya kalau ada sedikit masalah. Mungkin begitu kalau orang sudah dicuci (pikirannya). Sampai saat ini kita Babinsa tidak ada yang tahu dari mana asal perempuan ini," ucapnya.
Untuk kepribadian, kata Baharuddin, baik dan sabar, dan tiap hari beraktifitas seperti biasa tidak ada masalah. Saat ditanyakan untuk status perempuan yang ikut bersama L sebagai pengantin (eksekusi bom), apakah itu istrinya, tidak ada yang mengetahui sampai sekarang.
Dikonfimasi apakah inisial L itu warganya dengan nama asli Muhammad Lukman, dia membenarkan dan orang asli Tinumbu. Sedangkan nama orang tuanya, H Wahida, bapaknya sudah meninggal 20 tahun lalu.
"Soal kepribadian dia sering beraktivitas sama-sama tidak ada kecurigaan. Tidak tahu apa pekerjaannya, karena orang tuanya hanya berjualan kue," katanya.