Jakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menggelar Sekolah Lapang serentak secara nasional sebagai upaya mewujudkan ketahanan terhadap bahaya akibat kondisi cuaca, iklim dan bencana.
"Sekolah lapang tersebut dimaksudkan untuk mendukung ketahanan pangan, kesejahteraan dan keselamatan masyarakat khususnya di masa pandemi atau di masa adaptasi kebiasaan baru," kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Sekolah Lapang BMKG terdiri dari Sekolah Lapang Cuaca Nelayan, Sekolah Lapang Geofisika, dan Sekolah Lapang Iklim. Acara tersebut dibuka Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri pada Senin (14/9) melalui video konferensi.
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk tindak lanjut dari penandatanganan kerja sama antara BMKG dengan Badan Penanggulangan Bencana (BAGUNA) PDI Perjuangan pada 25 November 2019 di BMKG.
Dwikorita mengatakan, Sekolah Lapang juga untuk mendukung pemulihan ekonomi di masa pandemi COVID-19 melalui peningkatan kapasitas masyarakat, khususnya petani, nelayan, serta komunitas penggiat dan pemangku kepentingan, dalam memahami cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami.
Dwikorita menambahkan, BMKG sebagai lembaga pemerintah harus mampu mengambil peran penting untuk memberikan solusi demi meningkatkan ketahanan masyarakat dari berbagai ancaman bencana hidrometeorologi dan geofisika, serta dari ancaman yang mengganggu ketahanan pangan akibat dampak dari kondisi cuaca dan iklim.
Melonjaknya kejadian-kejadian cuaca dan iklim ekstrem serta kejadian gempa bumi beberapa tahun terakhir, lanjut Dwikorita, dapat mengancam keberlangsungan kegiatan pertanian, pelayaran, dan bahkan keselamatan bagi masyarakat, sehingga tidak bisa diabaikan.
"Melalui sekolah lapang BMKG, baik sekolah lapang iklim, sekolah lapang cuaca nelayan, dan sekolah lapang geofisika atau sekolah lapang gempa bumi, kami berupaya keras agar para petani, para nelayan, dan masyarakat secara umum mampu bertahan dengan tetap produktif, sehat dan selamat, dengan beradaptasi terhadap kondisi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami," tambah dia.
Dwikorita berharap melalui Sekolah Lapang BMKG pemanfaatan informasi BMKG bisa lebih optimal dan mengurangi kesalahpahaman dan kesalahan interpretasi, seiring dengan terbangunnya sikap atau budaya siaga dan tanggap bencana bagi masyarakat dan sekolah yang berada di wilayah potensi bencana tektonik ataupun bencana hidrometeorologi.
Lebih lanjut Dwikorita mengatakan untuk 2020-2021, BMKG menargetkan terlaksananya Sekolah Lapang Iklim sebanyak 3.600 peserta di 54 lokasi, Sekolah Lapang Cuaca Nelayan sebanyak 4.300 peserta di 38 lokasi dan Sekolah Lapang Geofisika sebanyak 3.900 peserta di 30 lokasi yang tersebar di 34 provinsi.
Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengingatkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk terus memperbarui dan memperbaiki distribusi peta rawan bencana serta informasi cuaca, khususnya untuk kepentingan petani, nelayan, maupun kepentingan mitigasi kebencanaan nasional.
Sekretaris Jendral DPP PDIP Hasto Kristiyanto mewakili Megawati mengatakan, "Ibu Megawati selalu mengingatkan soal pentingnya BMKG dan seluruh informasi yang diberikan, bagaimana BMKG mampu memberikan informasi dengan aplikasi iptek yang dapat memberikan prakiraan cuaca secara dini, yang berkaitan dengan keberhasilan masa tanam, keselamatan nelayan, hingga edukasinya," kata Hasto.
Oleh karena itu, Megawati berharap, seperti yang disampaikan Hasto agar BMKG bisa terus mengeluarkan peta daerah rawan bencana. Baik itu bencana tanah longsor, prakiraan cuaca curah ekstrem, kapan petani baik untuk menanam, hingga kapan nelayan bisa melaut dengan aman.
Menutup sambutannya, Megawati melalui Hasto berharap dengan adanya Sekolah Lapang BMKG yang juga bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP, mengatakan pihaknya berharap ajang ini bisa menambah pengetahuan cuaca dan mengintegrasikan diri dengan aspek kebencanaan.