Kupang (Antara News) - Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia terus melakukan pemantauan terhadap imigran gelap yang melewati perairan provinsi Nusa Tenggara Timur, kata Kepala Stasiun Pemantauan dan Keselamatan Laut Bakamla Kupang Rudi Purnomo, di Kupang, Rabu.
Menurutnya, perairan NTT sangat rentan dilewati imigran gelap dari negara lain karena wilayah laut berbatasan langsung dengan negara tetangga Australia dan Timor Leste.
"Selama enam bulan terakhir sudah tiga kasus imigran gelap yang melewati perairan kita menuju Australia, terkahir imigran dari Banglades ditangkap dan dipulangkan dengan kapal nelayan dan diserahkan ke kantor imigrasi di Indonesia," katanya.
Rudi Purnomo menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas kapal-kapal di perairan NTT melalui radar yang tersedia.
"Kita punya radar BIIS dan automatic identification system yang bisa mendeteksi kapal-kapal yang beraktivitas di wilayah laut NTT," katanya.
Ia menabambahkan pemantauan aktivitas di perairan NTT berkoordinasi dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, dan Polisi Perairan (Polair).
"Setiap ada aktivitas yang mencurigakan di perairan kita langsung hubungi AL atau Polair untuk meninjau langsung," katanya.
Namun demikian radar pendeteksi yang dioperasikan Bakamla hanya mampu mendeteksi kapal besi di atas 300 gross tonage, sementara kapal kecil berbahan kayu tidak terdeteksi, katanya.
Ketika ditanyai mengenai imigran gelap yang menggunakan kapal kayu, Rudi Purnomo menjelaskan bahwa untuk mengatasinya, pihaknya berkoordinasi dengan HNSI.
"Kita berikan radio Global Maritime Distress Safety System (SMDSS) kepada nelayan melalui HNSI sehingga bisa berkomunikasi dengan nelayan saat berada di perairan," katanya.
Secara terpisah, Seketraris HNSI NTT Wahid Wham Nurdin, tugas nelayan selain menangkap ikan juga melakukan pemantauan terhadap situasi di laut terhadap berbagai gangguan dan segera melaporkan.
"Ketika ada pelanggaran di wilayah perairan kita, nelayan bisa melaporkan kepada Bakamla atau Polair melalui radio penghubung," katanya kepada Antara di Kupang.
Ia menambahkan, koordinasi tetap dilakukan baik sesama nelayan maupun dengan pihak berwenang terkait masalah yang dihadapi di perairan seperti adanya kasus penangkapan ikan dengan pukat hela, penanaman rumpon, pembuangan limbah di laut, dan lainnya.
Rudi Purnomo mengatakan komunikasi langsung dengan nelayan sangat penting dilakukan. Para nelayan lebih mengetahui secara rinci keadaan di laut.
Ia berharap wilayah perairan NTT tetap terjaga lewat peran sinergis Bakamla, HNSI, Polair, Angkatan Laut, dan Dinas Perikanan dan Kelautan.