Kedahsyatan tsunami yang melanda Kota Banda Aceh pada Desember 2004 memang tidak mudah dilupakan mengingat korban yang tewas maupun hilang mencapai ratusan ribu jiwa.
Saat berkunjung ke Banda Aceh, Provinsi Aceh, jangan lupa mengunjungi Monumen Kapal Pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) Apung di Desa Punge, Blancut, Kota Banda Aceh.
Selain Museum Tsunami yang layak untuk dikunjungi, monumen kapal PLTD juga patut dikenang mengenai kedahsyatan gelombang tsunami yang menerpa pesisir utara Banda Aceh.
Sesuai namanya, kapal ini merupakan sumber tenaga listrik bagi wilayah Ulee Lheue, tempat kapal ini ditambatkan sebelum terjadinya tsunami.
Kapal dengan panjang 63 meter ini mampu menghasilkan daya sebesar 10,5 megawatt. Dengan luas mencapai 1.900 meter persegi dan bobot 2.600 ton, tidak ada yang membayangkan kapal ini dapat bergerak hingga ke tengah Kota Banda Aceh.
Sebenarnya Kapal PLTD Apung I ini adalah sebuah kapal generator listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN). Waktu itu Aceh masih dilanda konflik sehingga pasokan listrik ke Aceh sering terganggu. Untuk itu, pemerintah RI saat itu berinisiatif mengirimkan kapal Pembangkit Tenaga Listrik Diesel Apung I ini ke Aceh pada tahun 2002.
Namun Akhir tahun 2004 tsunami datang melanda Aceh dan kapal ini terseret gelombang pasang setinggi 9 meter sehingga bergeser ke jantung Kota Banda Aceh sejauh 5 kilometer. Kapal ini terhempas hingga ke tengah-tengah pemukiman warga, tidak jauh dari Museum Tsunami.
Dari 11 awak dan beberapa warga yang berada di atas kapal ketika tsunami terjadi, hanya satu orang yang berhasil selamat. Fenomena pergeseran kapal ini menunjukkan kedahsyatan kekuatan gelombang yang menimpa Serambi Makkah kala itu.
Saat ini, isi kapal PLTD Apung tak lagi berisi berbagai macam mesin pembangkit listrik tapi sudah ditata ulang menjadi wahana wisata edukasi. Didning dalam kapal yang terbuat dari baja kokoh tersebut juga telah dicat yang didominasi warna kuning sehingga tak lagi meninggalkan kesan angker atau mengerikan tapi justru memberikan kesan cerah di dalam kapal.
Namun untuk cat luar kapal tak dicat ulang dan terlihat kusam yang menunjukkan keaslian warna cat kapal tersebut saat diterjang tsunami.
Kondisi kapal masih utuh. Sisa-sisa tsunami juga terlihat jelas, seperti rumput yang tersangkut di ban, pasir di dalam ruangan, kabel yang putus, dan lain-lain. Jangkar tergeletak berada di dek paling bawah.
Wisata edukasi yang bisa dinikmati pengunjung saat masuk perut kapal PLTD itu antara lain mengenai tips mengenai tanda-tanda awal sebelum terjadinya tsunami, fungsi kapal PLTD sebelum diterjang tsunami, serta ratusan foto yang menggambarkan kedahsyatan tsunami hingga mampu menggeser kapal itu ke tengah daratan.
Boy, salah seorang warga Aceh dan pemandu wisata, mengatakan selain bisa mengunjungi isi kapal, pengunjung juga bisa naik tangga untuk berada di atas kapal dan melihat pemandangan Kota Banda Aceh hingga deretan Bukit Barisan.
Saat berada di puncak kapal pengunjung akan tahu, berapa jauh kapal itu terseret arus tsunami, karena dari geladak setinggi 20 meter lebih akan terlihat laut dan Dermaga Ulee Lheu. "Sebagian kota Banda Aceh juga bisa dilihat dari atas geladak kapal," katanya.
Dia mengatakan, hampir semua wisatawan yang singgah di sana tak meninggalkan kesempatan untuk berpose berlatar kapal apung. Lokasi kapal apung selalu ramai akhir tahun, bersamaan dengan peringatan tsunami. Berbagai kejadian mengenang bencana digelar di sana, dari pameran foto sampai doa bersama. Sekolah-sekolah juga kerap menjadikannya sebagai tempat belajar para siswa, berwisata sambil mendidik.
"Untuk mengenang korban jiwa yang jatuh akibat tsunami, dibangun monumen peringatan. Pada monumen itu tertera nama-nama korban, tanggal dan waktu musibah," katanya.
Boy mengatakan sejumlah wisatawan local saat datang ke Banda Aceh selalu menanyakan di mana lokasi kapal yang terdampar itu dan ingin mengunjunginya.
"Kebanyakan wisatawan yang datang adalah berasal dari luar kota dan menjadikan monument ini salah satu destinasi wisata saat berkunjung ke Banda Aceh," kata Boy.
Wenty, salah seorang pengunjung berasal dari Jakarta, mengakui dirinya mendapat informasi yang sangat berharga saat mengunjungi monument itu dan tak bisa membayangkan bagaimana dahsyatnya tsunami bisa menggeser kapal seberat itu.
Sejumlah informasi mengenai tanda-tanda akan terjadi tsunami serta langkah apa yang harus dilakukan saat tsunami datang yang dipaparkan di dalam kapal itu, dikatakan, sangat berharga sebagai bekal pengetahuan jika sewaktu-waktu bencana seperti itu datang lagi.
"Sangat informatif dan edukatif berbagai tayangan yang disampaikan di dalam kapal ini. Tentunya masyarakat bisa berkunjung ke sini," katanya.
Pengunjung tak dikenakan biaya saat masuk monumen itu. Waktu berkunjung Senin-Minggu pukul 09.00-12.00 WIB dam 14.00-17.30 WIB. Khusus Jumat dibuka pukul 14.00-17.00 WIB.
Meskipun untuk masuk monument tidak dikenakan biaya, namun pengunjung bisa memberikan sumbangan uang seikhlasnya yang bisa dimasukkan ke dalam kotak yang berada di depan gerbang masuk atau di depan pos penjagaan.