Jakarta (Antara News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan pihak pemerintah daerah jangan memungut retribusi dari nelayan kecil atau mereka yang memiliki kapal penangkap ikan berbobot kurang dari 10 GT (Gross Tonnage).
"Saya sedang menunggu respons dari gubernur dan bupati terkait pembebasan pungutan bagi kapal di bawah 10 GT," kata Susi Pudjiastuti setelah bertemu Dubes Kanada untuk RI, Donald Bobiash di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis.
Sebagaimana diketahui, perizinan bagi kapal besar atau berbobot di atas 30 GT adalah langsung melalui kementerian pusat yaitu KKP, sedangkan yang berbobot di bawah 30 GT diserahkan kepada pemerintah daerah.
Menurut Susi, pihak pemerintah daerah tidak akan kehilangan pemasukan karena biaya pungutan untuk kas daerah itu akan diupayakan diganti dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi pemerintah daerah tersebut.
"Saya berjanji menukarnya (pungutan retribusi terhadap nelayan kecil) dengan DAK," katanya.
Namun, ia mengemukakan bahwa DAK yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah tersebut mesti digunakan untuk hal yang produktif.
Menteri Kelautan dan Perikanan menyebutkan, usulan kebijakan itu agar nelayan kecil di daerah jangan diberatkan lagi dengan pungutan.
Ia juga menyatakan kegembiraannya karena peraturan pemerintah terkait dengan moratorium telah ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM.
"Moratorium sudah ditandatangani," kata Susi yang sebelumnya telah menyatakan di banyak kesempatan bahwa dirinya ingin menghentikan pemberian izin bagi kapal penangkap ikan berbobot lebih dari 30 GT.
Moratorium itu rencananya akan dilakukan sampai akhir tahun 2014 untuk menata ulang sistem dan mekanisme izin perikanan tangkap bagi kapal besar penangkap ikan yang berlaku di kawasan perairan Indonesia.
Menteri Kelautan dan Perikanan berpendapat bahwa selama ini penerimaan negara dari perizinan kapal besar penangkap ikan masih minim, yaitu sekitar 200-300 miliar rupiah per tahun.
Sedangkan subsidi BBM yang diberikan negara mencapai lebih dari Rp11 triliun per tahun sehingga negara dinilai Susi memperoleh banyak beban kerugian.