Ternate (Antara News) - KPU Maluku Utara menolak keinginan warga enam desa di perbatasan Kabupaten Halmahera Barat dan Kabupaten Halmahera Utara, untuk menggunakan hak pilihnya di wilayah Halmahera Barat pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014.
Anggota KPU Malut Buhari Mahmud mengatakan di Ternate, Senin, sesuai Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang diterima KPU dari pemerintah, warga enam desa yang selama ini disengketakan oleh Pemkab Halmahera Barat dan Halmahera Utara itu masuk dalam DPT wilayah Halmahera Utara.
Oleh karena itu, KPU Malut tidak mungkin mengalihkan warga enam desa tersebut untuk masuk dalam DPT wilayah Halmahera Barat pada pilpres 9 Juli 2014, karena kewenangan KPU hanya sebatas dalam pelaksanaan pemilu, sedangkan masaalah status wilayah warga menjadi kewenangan pemerintah.
"KPU berharap kepada warga enam desa di perbatasan Halmahera Barat dan Halmahera Utara tersebut tidak mempermasalahkan di wilayah mana mereka akan memilih pada pilpres nanti, karena dimana pun mereka memilih tetap yang akan dipilih adalah salah satu dari dua pasangan capres/cawapres," katanya.
Pilpres berbeda dengan pemilu legislatif karena pada pemilu legislatif terkait dengan daerah pemilihan dan calon anggota legislatif yang akan dipilih, karena antara kabupaten yang satu dengan kabupaten yang lain calon legislatif yang dipilih berbeda untuk DPRD kabupaten.
Ia mengatakan pilpres merupakan momentum demokrasi untuk memilih pemimpin bangsa lima tahun kedepan, oleh karena itu warga tidak perlu mempermasalahkan hal-hal lain yang secara subtansi tidak menghalangi hak warga untuk menggunakan hak pilihnya pada pilpres itu.
Sebelumnya warga enam desa di perbatasan Halmahera Barat dan Halmahera Utara tersebut mengancam tidak menggunakan hak pilihnya pada pilpres 9 Juli 2014 jika KPU Malut tidak memasukan mereka dalam wilayah Halmahera Barat, seperti yang mereka lakukan pada pemilu legislative 9 April 2014.
Sesuai undang-undang pemekaran Kabupaten Halmahera Utara, enam desa tersebut masuk dalam wilayah Halmahera Utara, namun sekitar 90 persen dari 5.000 lebih warga di enam desa ini menolak masuk Halmahera Utara, karena secara historis dan sosial kemasyarakatan mereka menganggap bagian dari Halmahera Barat.