Jakarta, (Antara News) - Fraksi Partai Hanura menyayangkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyalahkan DPR RI soal revisi Undang Undang KUHAP dan KUHP karena usulan revisi juga datang dari pihak pemerintah.
"Sehingga tidak tepat menyalahkan DPR terkait dengan beberapa pasal yang dinilai dapat mengamputasi lembaga seperti KPK, BNN, dan PPATK," kata Ketua Fraksi Hanura Sarifuddin Sudding dalam diskusi "Polemik Pembahasan RUU KUHP dan KUHAP" di ruang Fraksi Hanura, Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
Polemik RUU KUHAP dan KUHP itu, lanjutnya, menunjukkan lemahnya komunikasi dan koordinasi internal pemerintah dalam hal ini kementerian dan lembaga.
Bukti lemahnya koordinasi dan komunikasi pemerintah dapat dilihat dari sejumlah pasal dalam RUU KUHAP dinilai tidak sinkron dengan KUHP yang sudah ada. Hal itu terutama menyangkut kewenangan aparat penegak hukum dalam kasus korupsi, suap dan terorisme.
"Padahal, bila tidak diperbaiki ini akan berimplikasi pada tidak kondusifnya suasana di masyarakat," katanya.
Agar tidak terulang kembali, Sudding menilai perlunya pemerintah untuk melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dalam pengajuan RUU.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Chairul Huda menilai RUU tersebut tidak bertujuan untuk melemahkan KPK. Menurut dia, RUU tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dalam penegakkan hukum.
"Kalau sudah dibahas di DPR tapi (KPK) masih belum setuju juga kan ada (uji materi) MK," katanya.
Oleh karena itu, Chairul mendorong lembaga legislatif untuk tetap membahas RUU tersebut bersama-sama pemerintah.
"Tetapi tidak harus juga dipaksakan bila memang tidak bisa," katanya.
KPK sebelumnya mengirimkan surat ke presiden, DPR dan ketua panitia kerja untuk menunda pembahasan RUU KUHAP dan KUHP.
RUU KUHAP dan KUHP diserahkan Kementerian Hukum dan HAM kepada Komisi Hukum DPR pada 11 Desember 2012, kedua rancangan regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.
Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin dengan 26 orang anggota dari berbagai fraksi. Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK untuk membahas RUU KUHAP.