Jakarta (Antara News) - Prestasi cabang olahraga yang paling digandrungi masyarakat Indonesia yaitu sepak bola selama 2013 memang belum sepenuhnya memuaskan meski beberapa pencapaian puncak dapat diraih.
Berawal dari mulai membaiknya kondisi induk organisasi sepak bola Indonesia atau PSSI yang selama ini terjadi dualisme, prestasi sepak bola Indonesia mulai muncul. Kali ini dari tim junior yang diasuh oleh Indra Sjafri.
Pria kelahiran Pesisir Selatan Sumatera Barat 50 tahun yang lalu ini bisa dikatakan sebagai salah satu aktor yang mampu mengangkat prestasi sepak bola Indonesia dikancah internasional yang diawal di turnamen HKFA U-19 Hongkong.
Berbekal pemain hasil pantauan langsung kebeberapa daerah di Indonesia, Indra Sjafri mampu menjadi ahli racik timnas yang handal. Terbukti predikat juara turnamen HKFA U-19 mampu diraih. Prestasi ini pantas diapresiasi karena sepak bola Indonesia sudah haus akan prestasi puncak.
Tidak hanya sampai disitu. Timnas Indonesia U-19 atau lebih dikenal Tim Garuda Jaya prestasinya terus melenggang. Kali ini lebih menghebohkan karena mampu menjuarai Piala AFF 2013 di Sidoarjo, Jawa Timur, 22 September lalu.
Perjuangan untuk meraih predikat juara tidaklah mudah. Evan Dimas dan kawan-kawan harus mengalahkan Vietnam melalui adu tendangan pinalti dengan skor akhir 7-6. Hasil ini langsung mendapatkan sambutan luar bisa dari masyarakat Indonesia.
Apresiasi dari masyarakat Indonesia bukan tanpa alasan. Hal ini terjadi karena Indonesia sudah haus dengan piala kemenangan. Timnas Garuda terakhir kali mengangkat piala kemenangan pada SEA Games 1991 di Filipina atau 22 tahun lalu.
Meski telah meraih predikat terbaik di Asia Tenggara, Indra Sjafri tidak cepat bangga. Pemain muda hasil pantauannya terus digembleng dengan ketat karena dipersiapkan untuk turun dikualifikasi Piala Asia U-19 di Jakarta, Oktober lalu
Hasilnya pun cukup membanggakan. Maldini Pali dan kawan-kawan mampu lolos keputaran final Piala AFC U-19 di Myanmar, 2014. Bahkan pada kualifikasi, anak asuh Indra Sjafri mampu mengalahkan 12 kali juara Piala Asia U-19 yaitu Korea Selatan dengan skor 3-2.
Setelah dipastikan lolos keputaran final Piala AFC U-19, Tim Garuda Jaya langsung menjalani pelatnas jangka panjang yang tahap pertama dilakukan di Batu, Jawa Timur. Target yang harus diraih adalah lolos ke final. Hal ini dilakukan demi mengamankan satu tiket ke Piala Dunia U-20 2015.
"Target kita adalah mampu lolos ke Piala Dunia. Makanya persiapan harus dilakukan dengan baik," kata pelatih Timnas Indonesia U-19, Indra Sjafri.
Peluang terbuka
Jika dilihat dari pemain yang ada, peluang Indonesia untuk meraih prestasi tertinggi cukup terbuka. Dengan catatan, pembentukan tim tidak boleh terkontaminasi dengan kepentingan segelintir orang alias masuknya pemain titipan. Anggaran yang dipersiapkanpun cukup besar yaitu mencapai Rp30 miliar.
Hasil berbeda didapat Timnas Indonesia U-23 dan senior. Kedua timnas yang diharapkan mampu mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia harus kembali tertahan meski persiapan demi persiapan telah dilakukan.
Untuk Timnas Indonesia U-23 gagal meraih hasil terbaik pada dua kejuaraan yang telah diikuti yaitu Islamic Solidarity Games (ISG) di Palembang dan yang baru saja berakhir yaitu SEA Games 2013 di Naypyitaw, Myanmar.
Anak asuh Rahmad Darmawan ini hanya mampu menjadi finalis didua kejuaraan yang diikuti. Kondisi ini jelas tidak sesuai dengan target yang dibebankan oleh PSSI terutama untuk di SEA Games 2013. Pada pertandingan puncak, Manahati Lestusen dan kawan-kawan menyerah 0-1 dari Thailand.
Sementara pada ISG di Palembang, Timnas Garuda Muda harus mengakui keunggulan salah satu tim kuat asal Afrika yaitu Maroko dengan skor 1-2 meski sang lawan hanya menurunkan pemain U-20.
Kekalahan di SEA Games 2013, banyak konsekuensi yang harus dipikul Timnas Indonesia U-23. Yang pertama harus terpisah dengan pelatih Rahmad Darmawan yang dalam satu tahun kedepan akan konsentrasi menangani klub Persebaya Surabaya. Begitu juga dengan janji bonus Rp2 miliar dari PSSI harus melayang.
"Kita hanya kurang beruntung. Pemain sudah bermain dengan maksimal tetapi hasil belum sesuai dengan harapan," kata pelatih Timnas Indonesia U-23, Rahmad Darmawan.
Lebih buruk
Hasil lebih buruk didapat oleh Timnas Indonesia senior. Turun di kualifikasi Piala Asia 2015 Grup C harus terperosok didasar klasemen setelah hanya mengumpulkan satu poin dari lima pertandingan. Kondisi ini memupuskan langkah keputaran final.
Merosotnya prestasi timnas senior ini bisa dikatakan sebagai hasil kisruh di tubuh PSSI. Bongkar pasangan pelatih dan pemain terus dilakukan. Pada awalnya timnas dipegang oleh Nil Maizar. Selanjutnya dipegang duet Rahmad Darmawan dan Jacksen F Tiago. Setelah itu dipegang penuh oleh Jacksen F Tiago mengundurkan diri setelah timnas kalah 0-2 dari Irak.
Rentetan kekalalahan juga didapat timnas saat menghadapi tim-tim besar asal Eropa seperti Timnas Belanda. Begitu juga saat menghadapi Arsenal, Chelsea maupun Liverpool.
Mundurnya Jacksen F Tiago membuat PSSI bergerak cepat untuk mencari pengganti. Akhirnya lembaga yang dipimpin Djohar Arifin Husin ini memilih Alfred Riedl. Pria asal Austria itu bukan orang baru karena pernah menukangi Timnas Garuda pada Piala AFF 2010.
Alfred Riedl-pun langsung dikontrak tiga tahun kedepan dengan opsi evaluasi dalam setiap tahunnya. Target berat untuk mengembalikan kejayaan sepak bola Indonesia langsung didapat yang salah satunya melalui Piala AFF 2014.
"Setiap tahun akan dievaluasi. Target pertama yang harus dipenuhi adalah juara Piala AFF 2014," kata Ketua Badan Tim Nasional (BTN) La Nyalla Mattalitti.
Dalam menyiapkan tim, Alfred Riedl yang dibantu oleh Wolfgang Pikal, Widodo Cahyono Putro dan Edy Harto diberikan kepercayaan penuh oleh PSSI. Bahkan PSSI juga telah mempersiapkan agenda ujicoba internasional baik agenda FIFA maupun diluar agenda federasi sepak bola dunia itu.
Dengan adanya kebebasan memilih pemain serta dukungan penuh dari induk federasi sepak bola Indonesia, kita tinggal menunggu apakah sepak bola Indonesia akan bangkit atau malah sebaliknya.
Jika tidak mampu mempersembahkan predikat juara Piala AFF 2014 yang sedianya digelar di Singapura dan Vietnam, Alfred Riedl dihadapkan dengan ancaman pemecatan sesuai dengan kesepakatan dengan BTN.