Kendari (Antara News) - Proses mediasi yang dilakukan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Sultra) terhadap kisruh di tubuh PT Panca Logam Makmur (PLM) antara dua grup pemilik saham perusahaan tersebut dalam hal pengelolaan tambang emas di wilayah Kabupaten Bombana menemui jalan buntu atau gagal.
Dua grup pemilik saham PT PLM tersebut adalah grup Surabaya dengan saham 69 persen dan grup Jakarta dengan saham 31 persen. Kedua perusahaan ini ngotot dengan keputusan masing-masing. Meskipun hanya memiliki saham 31 persen, tetapi fakta di lapangan saat ini grup Jakarta yang menjadi pengelola perusahaan PT PLM selama 16 bulan terakhir.
Selaku penguasa saham mayoritas, pihak Grup Surabaya ingin memasuki dan pengambil alih pengelolaan lahan perusahaan tersebut tetapi pihak Jakarta menolak dengan alasan pihak Surabaya telah meninggalkan perusahaan itu dan tidak mempertanggungjawabkan semua hasil produksi saat dikelola pihak Surabaya selama 27 bulan.
Kuasa Hukum Grup Surabaya, Romulo Silaen, di Kendari, Minggu mengatakan, mediasi yang dilakukan Polda Sultra tersebut Kamis (23/5) tidak membuahkan hasil karena pihak kepolisian tidak bisa berdaya atas penolakan Grup Jakarta terhadap Grup Surabaya yang ingin memasuki lahan tersebut.
"Kami sudah bertemu pihak Jakarta yang difasilitasi oleh Kapolda Sultra terkait permasalahan pengelolaan PT PLM yang saat ini dikelola oleh pihak Jakarta, dengan harapan bisa memasuki perusahaan kami tersebut," katanya.
Saat pertemuan itu kata Romulo, Kapolda Sultra mengatakan, selaku pemegang saham terbesar d PT PLM, Grup Surabaya patut dan wajar untuk masuk di lokasi tambang tersebut, tetapi grup Jakarta tetap menolak dengan berbagai alasan.
"Yang kami sayangkan, Polda Sultra tidak berdaya atas penolakan pihak Jakarta tersebut. Sementara sudah diakui kami adalah pemegang saham yang sah, direksi yang sah. Seakan-akan ada keberpihakan Polda Sultra terhadap Grup Jakarta. Karena itu kami sedang mengumpulkan bukti-bukti keberpihakan pihak Polda Sultra kepada pihak Jakarta," katanya.
Salah satu buktinya kata Romulo, adanya pengawalan Polda Sultra di lokasi tambang, sementara ketika pihak Surabaya ingin masuk ke lokasi itu polisi tidak bisa memberikan pengawalan.
"Disini kami juga melihat Polda Sultra tidak bisa menyelesaikan masalah ini sehingga kami akan membawa masalah PT PLM kepada presiden dalam waktu dekat, dan kami juga sedang mempertimbangkan akan membawa masalah ini ke KPK, jangan sampai ada unsur pencucian uang dan korupsi yang dilakukan pihak Jakarta dalam pengelolaan tambang tersebut. Kami juga meminta pihak kepolisian agar menarik pasukannya di lokasi tambang PT PLM," katanya.
Menurut Romulo, pengawalan kepolisian di PT PLM saat ini tidak benar karena merupakan pengawalan terhadap perampasan hak milik pihak Surabaya, atau pengawalan terhadap perbuatan melawan hukum.
"Sebagai pemilik saham 69 persen atau pemilik saham mayoritas, maka kami harus masuk lokasi. Konsisi saay ini ibarat kami pemilik rumah, tetapi kami tidak bisa masuk dan yang tinggal di rumah kami itu orang lain, ini aneh," tuturnya.
Sebagai pemilik saham mayoritas katanya, sangat dirugikan karena tidak dilibatkan dalam pengelolaan perusahaan tersebut, selama 16 bulan pihak Jakarta tidak pernah melaporkan hasil pengelolaan tambang tersebut kepada pihak Surabaya.
Pihak Surabaya mengaku ingin menyelesaikan kisruh itu secara damai, tetapi syaratnya harus masuk terlebih dahulu di lokasi tambang tersebut, setelah itu bisa dilanjutkan pembicaraan apakah akan ada jual beli saham di tempat itu antara Jakarta dan Surabaya atau pengelolaan dalam bentuk lain.
Sementara itu, pemilik saham PT PLM dari grup Jakarta, Lumban Sianipar, mengaku pertemuan saatyang dimediasi oleh Polda Sultra saat itu intinya adalah kelanjutan gelar perkara di Mabes Polri beberapa bulan sebelumnya, dimana salah satu poin saat gelar perkara itu, disilahkan pihak Surabaya masuk lokasi dan melakukan pengelolaan bersama, dengan terlebih dahulu menyusun kesepakatan sebagai pijakan bersama.
"Tetapi pihak Surabaya, menginginkan hari itu juga langsung masuk lokasi tanpa dibuat kesepakatan bersama. Selaku pemegang saham kami keberatan karena saya khawatir akan ada tindakan mereka yang manipulatif, seperti ketika mereka mengelola perusahaan itu," katanya.
Menurut Lumban, masalah ini sudah pernah dimediasi oleh Gubernur Sultra Nur Alam, dan dihadiri seluruh unsur Muspida, pihak Jakarta dan pihak Surabaya, saat itu sudah ada poin kesepakatan yang ditandatangani yaitu jangan melakukan RUPS sebelum dilakukan audit. Tetapi yang terjadi, pihak Surabaya yang merupakan pengelola perusahaan saat itu langsung melakukan RUPS dan tidak melakukan audit.
"Dengan pengalaman ini, saya tidak berani memasukan mereka di lokasi tanpa ada kesepakatan karena perkiraan saya, kalau pihak Surabaya masuk lokasi sesuai permintaan mereka untuk langsung bergabung manajemen, berarti mereka menganggap terjadi rekonsiliasi." ujar Lumban.
Jika rekonsiliasi terjadi, kata dia, berarti masalah sudah hilang, kalau masalah sudah hilang berarti RUPS suara tertinggi, dan mereka akan lakukan RUPS yang sudah dijadwalkan tanggal 30 Mei 2013, sehingga mereka akan mengambilalih perusahaan, dengan suara mayoritas.
"Itu yang mereka mau lakukan. Saya katakan, tolong kami jangan dijebak dalam persoalan ini, kalau saya dijebak maka saya akan melawan, sehingga mediasi itu tidak menghasilkan kesimpulan," tutur Lumban Sianipar.
Lumban mengatakan, sempat memenuhi permintaan pihak Surabaya yang ingin menempatkan dua perwakilan di lokasi tambang PT PLM dengan catatan hanya untuk memantau jalannya pengelolaan perusahaan, bukan masuk dalam jajaran manajemen, tetapi pihak Surabaya menolak kecuali harus perwakilan itu masuk manajemen.
"Bahkan mereka meminta untuk dilakukan terlebih dahulu pengelolaan bersama, setelah itu baru dibicarakan permasalahan yang telah lalu. Tetapi kami tolak, karena mereka ingin lari dari tanggungjawab saat mereka mengelola perusahaan itu 27 bulan tetapi tidak pernah mempertanggungjawabkan dan melaporkan kepada kami," katanya.
Sementara itu, Kapolda Sultra, Brigjen Pol Ngadino, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa persoalan PT PLM saat ini masih dalam proses hukum yakni masa sidang di Pengadilan Negeri Jakarta atas laporan pihak Jakarta terhadap pihak Surabaya.
"Kami tetap netral dalam menangani permasalahan yang terjadi di tubuh PT PLM dan tidak ingin intervensi permasalahan mereka karena itu masalah internal. Persoalan pengamanan di lokasi tambang, sudah sesuai permintaan pengelola tambang sebelum ada permasalahan internal dua pihak pemilik saham," katanya.