Palu (Antara) - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola meminta kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar mempertegas sanksi dan kewenangan gubernur dalam penerbitan izin usaha pertambangan dengan meninjau kembali Undang-Undang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Longki Djanggola, Selasa malam dalam pertemuan bersama Komisi VII di Palu mengatakan kewenangan pemerintah provinsi dalam menertibkan izin usaha pertambangan (IUP) sangat lemah karena dalam undang-undang tidak tegas sanksi yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota yang keliru menerbitkan IUP.
"Ini yang kadang-kadang kita tidak mengerti perintah Bapak Presiden untuk menertibkan pertambangan. Beliau lupa undang-undang minerba kewenangan menertibkan IUP di kabupaten. Masa iya saya yang harus menertibkan IUP yang keliru itu," katanya.
Longki mengatakan di Sulawesi Tengah masih terdapat izin usaha pertambangan yang tumpang tindih terutama di Kabupaten Morowali. Kasus tersebut hingga kini belum seluruhnya ditertibkan.
Gubernur mengatakan kewenangan yang diberikan pemerintah provinsi hanya sebatas pengawasan dan memberikan teguran kepada bupati/wali kota yang bermasalah dalam penertiban IUP.
Longki mengatakan kewenangan tersebut sudah dijalankan bahkan sudah beberapa kali menyurat ke daerah yang sudah menerbitkan IUP yang bermasalah, tetapi karena tidak ada sanksi sehingga surat itu tidak memiliki kekuatan.
Ia mengatakan mestinya sebelum pemerintah kabupaten/kota menerbitkan IUP paling tidak harus mendapat pertimbangan teknis dari gubernur.
"Atau sebaliknya pemerintah provinsi yang menerbitkan IUP melalui rekomendasi kabupaten," katanya.
Undang-undang Pertambangan sebelumnya yakni UU nomor 11/1967 mengatur masalah ini. Sebelum kawasan pertambangan diterbitkan, terlebih dahulu mendapat pertimbangan teknis dari gubernur.
Regulasi itu memberikan kewenangan keterlibatan pemerintah provinsi atas penerbitan izin pertambangan. Sementara kondisi saat ini, pemerintah provinsi baru dilibatkan dalam penertiban jika ada masalah yang terjadi di kabupaten/kota.