Palu (Antara News) - Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola akhirnya membeberkan sejumlah nama yang ikut mempermulus pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengakibatkan dirinya dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Longki Djanggola saat berkunjung ke Kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) di Palu, Rabu tengah malam mengaku aneh jika ada yang melaporkan dirinya terkait dugaan pidana penipuan, penggelapan serta penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
"Aneh Saya dilaporkan hanya karena tidak mengeluarkan IUP kepada PT Sulteng Mineral Mandiri dan PT Sulteng Industri," ucapnya.
"Mereka menyebut saya melakukan penipuan dan penyalahgunaan wewenang, di mananya saya menipu dan di mananya saya menyalahgunakan wewenang," kata Longki.
Longki mengatakan mestinya masyarakat berbangga karena sebagai kepala daerah dirinya menegakkan aturan sehingga tidak gampang mengeluarkan IUP yang menabrak aturan. "Asal tahu saja mereka memaksa saya mengeluarkan IUP dengan segala iming-iming," katanya.
Longki mengatakan untuk meloloskan IUP yang diajukan perusahaan melibatkan anak dari mantan Wakapolri Makbul. "Ya ada anak mantan pejabat. Tidak apa-apa, kita buka saja biar semua tahu," katanya.
Dia mengatakan orang-orang yang mendatangi dirinya juga salah satunya didampingi oleh Mantan Wali Kota Palu Rusdy Mastura sehingga laporan ke Mabes Polri tersebut bernuansa politis menjelang pemilihan gubernur dan wakil gubernur. "Pastilah (nuansa politik), sebab yang menemani mereka datang ke saya Pak Rusdi Mastura," katanya.
Longki mengatakan dirinya tidak bisa mengeluarkan IUP karena lokasi yang dikehendaki tersebut belum tuntas masalahnya. "Namanya orang bermohon, kita respons sepanjang memenuhi syarat. Sekarang lahannya belum memenuhi syarat. Apa yang mau diberikan. Apakah Anda berani berikan izin," katanya.
Dia mengatakan jika ada yang menyebut Gubernur sudah mengeluarkan IUP di lokasi eks PT. Vale, itu tidak benar. "Bohong kalau ada yang mengatakan sudah ada IPU di eks PT Vale itu. Untuk teknisnya nanti tanya Kadis ESDM dia yang tahu," katanya.
Longki mengakui ada permohonan dari perusahaan tetapi masalahnya belum bisa ditindaklanjuti karena lokasinya belum clear. "Siapapun yang bermohon boleh-boleh saja. Dan banyak yang bermohon, bukan cuma dia. Terus atas dasar apa saya dilaporkan penipuan," katanya.
Longki mengatakan dirinya siap menghadapi laporan Fredi K Simanungkalit, kuasa hukum Direktur Utama PT Sulteng Mineral Mandiri dan Sulteng Industri Mandiri Muhammad Heri Surya.
Longki dilaporkan ke Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (9/9) siang terkait dugaan pidana penipuan, penggelapan serta penyalahgunaan jabatan dan wewenang.
Sebelumnya, pengusaha Muhammad Heri Surya melaporkan Gubernur Sulawesi Tengah Longky Djanggola ke Badan Reserse Kriminal Polri terkait dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
"Klien kami (Heri) sudah memenuhi kewajiban memberikan uang Rp3 miliar namun Izin Usaha Pertambangan tidak kunjung keluar," kata pengacara Heri, Fredi K Simanungkalit di Markas Besar (Mabes) Polri, Rabu.
Heri mengadukan Gubernur Sulteng dengan Laporan Polisi Nomor : LP/1060/IX/2015/Bareskrim tertanggal 9 September 2015 dijerat ancaman Pasal 372 KUHP tentang penipuan dan atau Pasal 374 KUHP dan Pasal 378 junto Pasal 422 KUHP tentang penggelapan.
Fredi mengungkapkan awalnya Heri yang menjabat Direktur Utama PT Sulteng Mineral Mandiri dan PT Sulteng Industri Mandiri mengajukan permohonan izin lokasi tambang nikel dan pembangunan "smelter" seluas 13.000 hektare pada April 2015.
Selanjutnya, Heri memenuhi kewajiban dengan membayar uang Rp3 miliar kepada perusahaan kuasa pertambangan pertama PT V dan setor ke kas daerah senilai Rp500 juta.
Fredi menyebutkan kliennya menyerahkan kewajiban karena dijanjikan akan diberikan IUP baik secara lisan maupun tulisan yang diperkuat rekomendasi.
"Namun setelah kami menunggu sampai saat ini belum ada juga IUP itu," ungkap Fredi.
Fredi menuturkan Heri sempat menelusuri status lahan tambang nikel itu namun ternyata telah berpindah tangan kepada pihak ketiga.
Bahkan, Fredi mendapatkan informasi uang Rp500 juta yang disetorkan Heri tidak masuk ke kas daerah.
Akibat jatuh tempo, perusahaan yang dipimpin Heri harus membayar penalti kepada investor perusahaan di Tiongkok sebesar 15 miliar dolar AS.
Sebelum melapor ke polisi, Fredi mengemukakan pihaknya telah berupaya menyelesaikan masalah secara musyawarah namun pihak pemerintah daerah tidak beritikad baik.