Kendari (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara diminta untuk memeriksa mantan Ketua KPU Sultra), Mas`udi yang diduga terlibat tindak pidana korupsi pengadaan logistik pemilihan kepala daerah (pilkada) setempat.
Permintaan tersebut disampaikan aktivis mahasiswa anti tindak pidana korupsi (Matokursi) Sultra melalui aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Sultra di Kendari, Senin.
"Selaku Ketua KPU, Mas`udi telah berani memberikan kewenangan kepada pihak lain untuk mengatur pemenang lelang logistik pilkada tanpa melalui prosedur lelang," kata koordinator aktivis MATPKURSI, Ikhsan Labuan saat menyampaikan orasinya.
Tindakan mantan Ketua KPU Mas`udi yang melabrak ketentuan undang-undang tersebut kata dia, sangat berpotensi merugikan keuangan negara.
Oleh karena teriaknya, yang bersangkutan harus diperiksa untuk mepertanggung jawabkan perbuatannya di depan hukum.
"Dana yang digunakan dalam pengadaan surat kertas suara Pilkada Sultra sebanyak 7,2 lembar mencapai Rp14 miliar lebih, sedangkan pemenang lelang dari pengadaan paket tersebut, PT Adi Perkasa tidak memenuhi standar kwalifikasi yang disyaratkan undang-undang," kata Ikhsan.
Menurut dia, mantan Ketua KPU Mas`udi menentukan jumlah kertas suara sebanyak 7,2 juta lembar tersebut, sebelum KPU menetapkan daftar pemilih tetap (DPT).
Akibatnya kata dia, banyak kertas surat suara yang tidak perpakai saat pemungutan suara pilkada Sultra, karena jumlah DPT yang ditetapkan KPU hanya sebanyak 1,7 juta lebih.
"Kelebihan pencetakkan kertas suara itu, jelas sangat merugikan keuangan negara karena yang tidak terpakai, langsung dimusnahkan," katanya.
Selain, aktivis MATPKURSI juga meminta Kajati Sultra untuk memeriksa PT Adi Perkasa sebagai pemenang lelang pengadaan kertas suara yang sesungguhnya perusahaan tersebut tidak memenuhi standar kualifikasi yang disaratkan undang-undang.
"Kami minta Pak Kajati untuk memeriksa semua pihak yang terlibat dalam pengandaan logistik pilkada Sultra yang diduga pelaksanaannya telah melanggar undang-undang dan berpotensi merugikan keuangan negara," kata Ikhsan. (Ant).