Timika, 19/9 (ANTARA) - Ahli waris pemilik tambang PT Freeport Indonesia (Bug Negel), Silas Natkime meminta pemerintah memfasilitasi penyelesaian kasus mogok kerja ribuan karyawan PT Freeport Indonesia sehingga tidak sampai berlarut-larut dan menimbulkan kerugian bagi banyak pihak.
"Kepada pemerintah, kami mohon agar mendukung dan memfasilitasi negosiasi antara manajemen PT Freeport dengan karyawan yang diwakili PUK SPSI untuk diselesaikan secara bijaksana antara bapak dan anak sehingga masyarakat bisa tenang, karyawan juga bisa bekerja kembali dan semua menjadi damai," kata Silas di Timika, Senin.
Silas yang merupakan putra kandung Tuarek Natkime selaku pemilik ulayat atas areal pertambangan PT Freeport di Tembagapura, Mimika, Papua mengatakan sangat prihatin dengan masalah yang saat ini terjadi di lingkungan PT Freeport.
Menurut dia, masalah mogok karyawan seharusnya tidak perlu terjadi jika diantara kedua belah pihak yakni manajemen PT Freeport dengan pihak karyawan yang diwakili PUK SPSI bersikap terbuka sejak awal.
Silas mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini sebetulnya sudah berlangsung cukup lama sejak enam bulan lalu, namun tidak bisa diselesaikan karena masing-masing pihak mempertahankan sikap dan prinsipnya masing-masing.
"Kalau perusahaan ini tutup maka kami sebagai tuan tanah akan kena dampaknya. Kita semua harus berkomitmen untuk menjaga dan melindungi aset dan lambang Freeport ini supaya tidak dihancurkan," ujarnya.
Silas juga mengimbau karyawan untuk kembali ke tempat kerja mereka di Tembagapura dan sekitarnya sehingga produksi perusahaan bisa normal kembali dan negara serta masyarakat mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari operasional Freeport.
"Ini kita punya nafas hidup yang tidak boleh diganggu. Sebagai orang tua dan anak, manajemen dan SPSI harus mencari jalan keluar terbaik," harap Silas.
Jawab karyawan
Ia menuturkan, Senin siang selaku pemilik tanah (Bug Negel) ia akan bertemu dengan pihak manajemen PT Freeport. Dalam pertemuan itu, Silas akan meminta manajemen Freeport segera menjawab apa yang dituntut oleh karyawan.
"Kalau mau lakukan negosiasi lagi maka masalahnya akan menjadi panjang dan tidak akan selesai-selesai," tutur Silas.
Silas mengatakan permintaan karyawan untuk mendatangkan James R Moffet dan Richard Atkerson untuk membicarakan tuntutan kenaikan upah karyawan akan sulit terealisasi mengingat kedua pemimpin perusahaan Freeport McMoRan Copper & Gold Inc itu sudah memberikan mandat penuh kepada Direktur Utama & CEO PT Freeport, Armando Mahler dan wakilnya Sinta Sirait untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Tidak mudah untuk mendatangkan Pak Bob (James Moffet) dan Pak Richard," jelas Silas.
Ribuan karyawan PT Freeport memulai aksi mogok kerja selama sebulan sejak Kamis (15/9) di Check Point Utara 5 Kuala Kencana Timika.
Aksi mogok dilakukan lantara PUK SPSI Freeport menilai perundingan untuk menghasilkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) periode 2011-2013 telah gagal mencapai kesepakatan.
Berbeda dengan PUK SPSI, manajemen Freeport menilai aksi mogok kerja karyawan tidak sah alias ilegal karena manajemen masih memiliki itikad baik untuk melanjutkan perundingan dalam waktu 30 hari tambahan sesuai yang diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003. (Ant)