Mataram (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat menaruh atensi terhadap persoalan redistribusi 180 hektare lahan ekshak guna usaha (HGU) PT Tresno Kenangan yang berada di Desa Karang Sidemen, Kabupaten Lombok Tengah.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Dwi Sudarsono di Mataram, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kanwil ATR/BPN NTB untuk menggali informasi lebih lanjut mengenai informasi hambatan administratif yang terjadi.
"Jadi, kami menerima laporan bahwa pengurusan redistribusi TORA (tanah objek reforma agraria) ini mandek di tingkat Kanwil BPN NTB. Kami akan telusuri lebih lanjut, termasuk meminta penjelasan dari pihak terkait agar persoalan ini tidak berlarut-larut," ujar Dwi.
Laporan perihal redistribusi TORA eks-HGU PT Tresno Kenangan yang cukup lama telantar ini datang dari perwakilan masyarakat Karang Sidemen.
Dengan pendampingan pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTB, perwakilan masyarakat mengadukan persoalan tersebut ke Ombudsman RI Perwakilan NTB pada hari Senin (28/4).
Dalam pertemuan konsultatif itu, WALHI NTB dan komunitas warga Karang Sidemen menyerahkan dokumen kelengkapan perihal kajian atas mandeknya redistribusi TORA tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif WALHI NTB Amri Nuryadin, pemerintah telah lalai menjalankan mandat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria yang diperkuat dengan Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Redistribusi TORA.
"Kami sudah melalui seluruh prosedur sesuai dengan ketentuan. Tanah yang kami ajukan adalah eks-HGU yang telah lama ditelantarkan dan secara hukum sudah layak menjadi objek reforma agraria, tetapi belum juga ada tindak lanjutnya," kata Amri.
Amri mengatakan bahwa ada 520 kepala keluarga dari Desa Karang Sidemen yang mengharapkan agar secepatnya mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum atas tanah eks-HGU PT Tresno Kenangan tersebut.
Dari total 180 hektare, seluas 30 hektare di antaranya direncanakan untuk dialokasikan sebagai kawasan daerah aliran sungai (DAS), sisanya 150 hektare diperuntukkan bagi pemanfaatan masyarakat.
Dalam perjalanan redistribusi lahan ini, kata dia, sudah terlaksana rapat gugus tugas reforma agraria (GTRA) di tingkat Kabupaten Lombok Tengah yang termuat dalam berita acara.
Namun, selepas dari gugus tugas, persoalan muncul di tingkat ATR/BPN NTB. Hal itu yang kemudian menjadi bahan aduan kepada pihak Ombudsman agar dapat membantu kelancaran.
Menurut dia, berita acara sudah disampaikan ke kanwil, tinggal mereka meneruskan ke pusat. Bahkan, pihak kementerian pada bulan Maret lalu menyatakan bahwa proses ini semestinya selesai pada bulan Juli 2025.
"Akan tetapi, sampai sekarang belum ada kemajuan," ujar dia.