Jakarta (ANTARA) - Usaha menendang Erik ten Hag dari kursi kepelatihan Manchester United sebenarnya sudah lama dilakukan, tapi sukses ten Hag mempersembahkan dua trofi domestik non liga, dalam dua musim pertamanya, mencegah manajemen Setan Merah melakukan hal itu.
Menurut media massa Inggris, sebenarnya dalam 14 bulan terakhir manajemen United sudah berniat mendepak ten Hag. Tetapi mereka berusaha bersabar dan masih berharap mantan pelatih Ajax Amsterdam itu membalikkan keadaan.
Faktor terbesar yang membuat mereka mau bersabar adalah keberhasilan ten Hag mempersembahkan Piala FA yang membuat United tetap menjalani kompetisi Eropa, walau cuma Liga Europa.
Tetapi sukses itu tak pernah benar-benar memuaskan manajemen United yang sejak setahun lalu melibatkan orang terkaya di Inggris, Sir Jim Ratcliffe, setelah pemilik konglomerasi Ineos Group itu menguasai 25 persen saham Manchester United.
Ratcliffe pula yang kini bertanggung jawab dalam operasi sepak bola United, tidak lagi keluarga Glazer yang sekarang fokus mengurusi pemasaran dan hal-hal lain di luar sepak bola.
Sebelum Setan Merah mengangkat trofi Piala FA setelah menggusur Manchester City dalam partai final pun, Ratcliffe sudah memvonis ten Hag tak masuk dalam rencana jangka panjangnya.
Ini karena United cuma bisa finis urutan kedelapan musim lalu, yang merupakan tempat terburuk sejak liga utama Inggris direbranding menjadi Liga Premier pada 27 Mei 1992.
Kekhawatiran Manchester United gagal lagi finis empat besar sebagai bekal menjalani kompetisi Liga Champions, tak pernah pupus dari benak Ratcliffe dan manajemen Setan Merah.
Jantung mereka seketika berdegup kencang kembali tatkala musim ini ten Hag membawa Manchester United dalam perjalanan yang tak semulus dijalnai klub-klub besar lain, bahkan dibandingkan Aston Villa dan Nottingham Forest.
Ini start terburuk yang dijejaki United karena kalah pada empat dari sembilan pertandingan pertamanya di Liga Premier.
Dan begitu mereka babak belur pada pertandingan terakhir melawan West Ham United akhir pekan lalu, kritik keras serempak dilontarkan berbagai kalangan, termasuk legenda mereka, Paul Scholes.
Scholes marah besar mendapati fakta United kini tercecer pada peringkat 14 klasemen liga.
Menurut Scholes, boleh boleh saja United jatuh ke peringkat terendah kalau kompetisi baru memainkan dua atau tiga pertandingan, tapi jika terperosok setelah menjalani sembilan pertandingan, maka itu sudah keterlaluan.
Haram andalkan keberuntungan
Kalah tiga kali berturut-turut di kandang West Ham United tak saja membuat berang Scholes, para legenda klub dan penggemar.
Manajemen juga menjadi tak sabar untuk akhirnya mempercepat jatuhnya vonis kepada ten Hag. Mereka tak sabar melihat hasil yang didapatkan United dari strategi, taktik dan visi bermain ten Hag.
Mereka cemas perjalanan United dalam sembilan laga pertamanya bisa menjadi petunjuk untuk kembali gagal finis empat besar, padahal mereka sudah membenamkan investasi yang demikian besar.
Pemicunya mungkin tak hanya pertandingan melawan West Ham, karena ketika nyaris dikalahkan Fenerbahce dalam pertandingan Liga Europa pun niat memecat ten Hag sudah demikian besar.
Tapi dikalahkan West Ham yang juga lagi terseok-seok di liga, membuat manajemen cemas bin marah.
Mereka khawatir siklus buruk bakal terus berlanjut, jika tak segera memotong kepala dari badan masalah dalam klub ini. Maka, bulatlah mereka memecat Ten Hag.
Tak menunggu lama lagi, beberapa jam setelah ditaklukkan 1-2 oleh West Ham United, dua pembesar klub, yakni Omar Berrada dan Dan Ashworth memberi tahu Ten Hag pada Senin bahwa dia sudah tak lagi menjadi pelatih Manchester United.
Teh Hag tahu bakal dipecat, tapi berkaitan dengan hasil pertandingan melawan West Ham, dia punya penilaian sendiri, yang lebih merupakan pembelaan diri.
Dia menilai Setan Merah kalah karena tidak beruntung akibat penalti kontroversial yang dinikmati West Ham.
Keberuntungan memang tidak terpisahkan dalam sepak bola, tapi menggantungkan diri kepada keberuntungan seharusnya tak boleh ada dalam pikiran klub sebesar Manchester United.
Bahkan bek tengah Lisandro Martinez menyanggah penilaian ten Hag bahwa penalti kontroversial dan faktor keberuntungan bukan yang membuat MU kalah.
Palang pintu petarung asal Argentina ini malah mengkritik timnya yang tidak tajam dan kurang ngotot. Martinez ingin tim dan pelatihnya introspeksi, bukan menyalahkan faktor lain di luar tim.
Jangan dulu berharap banyak
Penilaian Martinez itu seirama dengan penaksiran manajemen United yang memang sejak lama tak puas dengan kinerja ten Hag.
Mereka berubah anggapan bahwa bersabar memberi kesempatan kepada ten Hag adalah bukan hanya salah besar, tapi juga menyimpan bom waktu.
Pilihan pun dijatuhkan, keputusan harus dibuat, tanpa menyepelekan dua trofi yang dipersembahkan ten Hag. Mantan pelatih Ajax Amsterdam harus angkat kaki dari Old Trafford.
Dan untuk kelima kali dalam sebelas tahun terakhir sejak 2013, United kembali memecah pelatih. Asisten pelatih Ruud van Nistelrooy pun menjadi pelatih sementara, seperti terjadi pada Ryan Giggs, Michael Carrrick dan Ralf Rangnick.
Namun, meski sudah delapan pelatih menukangi klub ini sejak Sir Alex Ferguson mundur pada 2013, United tetap gagal menjuarai liga.
Padahal dalam kurun waktu yang sama, dua manajer Manchester City, berulang kali mempersembahkan berbagai trofi kepada klubnya, khususnya Pep Guardiola.
Dalam kurun waktu yang sama pula Liverpool cuma ditangani tiga manajer, termasuk Arne Slot, dan sepanjang waktu itu pula mereka sukses meraih trofi bergengsi, termasuk juara liga dan juara Liga Champions.
Kini Setan Merah membidik lagi pelatih baru.
Ada yang berniat mempermanenkan Nistelrooy. Tapi kabar terakhir menyebutkan para pembesar United tengah mendekati pelatih Sporting Lisbon, Ruben Amorim.
Amorim yang tengah naik daun di Liga Portugal setelah membawa tim ini menjuarai liga pada musim pertamanya bersama klub itu dan kini tengah memuncaki klasemen liga, kabarnya siap melatih United.
Keputusan merekrut Amorim dari klub yang pernah diperkuat gelandang Bruno Fernandes itu mungkin disegerakan, karena dalam dua bulan ke depan Setan Merah menghadapi laga-laga berat nan bergengsi, terutama menghadapi Chelsea akhir pekan ini, Arsenal sepekan kemudian, dan Manchester City pertengahan Desember.
Apakah siklus tidak jelas bakal berlanjut atau pemecatan ten Hag ini menjadi titik balik untuk bangkitnya Manchester United?
Dengan materi pemain-pemain top seharusnya ini menjadi titik balik, tapi sebelas tahun terakhir mengajarkan kepada penggemar MU untuk jangan dulu berharap banyak.