Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Hashim S Djojohadikusumo, yang juga adik Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa negara akan mendapat potensi pemasukan hingga Rp300 triliun dari pengusaha sawit, yang mengemplang pajak atau tidak membayar pajak.
Menurut dia, dalam waktu dekat para pengusaha tersebut akan menyetor Rp189 triliun untuk tahap pertama.
"Sudah dikasih laporan ke Pak Prabowo, yang segera bisa dibayar Rp189 triliun dalam waktu singkat. Tapi, tahun ini atau tahun depan, bisa tambah Rp120 triliun lagi, sehingga Rp300 triliun itu masuk ke kas negara," ujar Hashim di Jakarta, Rabu.
Hashim juga menyampaikan para pengusaha yang melanggar pajak tersebut, tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan tidak memiliki rekening di Indonesia.
Terdapat setidaknya 25 pengusaha yang tidak memiliki NPWP dan 15 pengusaha yang tidak mempunyai rekening bank yang berada di tanah air.
"Jaksa Agung Muda sudah siap bertindak. Ini pengusaha-pengusaha nakal, yang mudah-mudahan nggak ada di Kadin, ada 300 lebih yang nakal," ujarnya.
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) siap memberi penjelasan kepada pemerintahan baru mengenai persoalan industri kelapa sawit hingga duduk persoalan tudingan pengusaha kelapa sawit yang belum membayar pajak.
Ketua Gapki Eddy Martono mengatakan, pihaknya berharap segera menghadap Presiden Prabowo untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya, hingga muncul isu tersebut.
"Bukan hanya persoalan ini saja, kami juga akan menjelaskan kepada Presiden (Presiden Prabowo Subianto) secara keseluruhan tantangan yang dihadapi industri sawit baik di dalam maupun di luar negeri," katanya.
Eddy mengatakan bahwa Gapki selalu mendengarkan berbagai masukan dari pemerintah termasuk tudingan adanya pengusaha sawit nakal yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun.
Karena itu, Gapki berharap segera bisa menghadap Prabowo untuk menjelaskan berbagai potensi strategis, tantangan termasuk tudingan dugaan kebocoran keuangan di industri kepala sawit tersebut.
Menurut Eddy, isu kebocoran ini sebenarnya merupakan kasus keterlanjuran adanya lahan perkebunan sawit di kawasan hutan. Lalu terbitlah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Berdasarkan UU tersebut pemerintah akhirnya membentuk Tim Satuan Tugas untuk mempercepat penanganan tata kelola industri kelapa sawit, khususnya yang berada di kawasan hutan.
Dalam UU Cipta Kerja Pasal 110A, disebutkan perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan, tapi memiliki perizinan berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun.
Ada pula Pasal 110B berisi ketentuan bahwa perusahaan yang terlanjur beroperasi dalam kawasan hutan tanpa perizinan berusaha, tetap dapat melanjutkan kegiatannya asalkan membayar denda administratif.